Wednesday, November 7, 2018

Bercanda dengan “Hiu Paus” di Teluk Cendrawasih


Bercanda dengan “Hiu Paus” di Teluk Cendrawasih
Oleh; Eko SUDARTO[1]


          Sekitar sembilah bulan sudah saya menikmati penugasan Binmas Noken Polri di beberapa wilayah Pegunungan Tengah Papua. Berkunjung dan memastikan program berjalan di beberapa wilayah kabupaten, dari Wamena, Lanny Jaya, Yahokimo, Puncak Jaya (Mulia), Puncak (Ilaga), Timika, Pegunungan Bintang (Kiwirok), Nabire hingga Paniai (Enarotali), bahkan sempat ke Merauke. Serasa kembali ke tanah kelahiran, karenanya senang dibilang anak “Jamer” alias “Jawa Merauke”.
Dalam perjalanan dari Paniai menuju Nabire, Jimmy (anggota Binmas Noken Polres Nabire) menyarankan untuk mengunjungi “Kalilemon Dive Resort” di kawasan reservasi Teluk Cendrawasih. “Disana ada ikan Hiu Paus, Komandan,” tegasnya mempengaruhi. Ingatan sayapun langsung tertuju pada sahabat satu di Manokwari, Papua Barat, Kaka Sagi Dharma yang sambal menyelam berfoto di lautan bersama ikan Hiu Paus besar yang jinak. Juga beragam informasi tentang mahluk laut jenis ikan Hiu Laut (Whale Shark) ini yang tergolong unik dan langka. Maka tekadpun bulat, sambal menunggu waktu keberangkatan ke Jayapura, lebih baik memanfaatkan waktu untuk melihat mahluk raksasa laut yang langka dan dilindungi tersebut.
Sejenak di Polres Nabire, saya sempatkan sesaat bertatap muka dan diskusi dengan beberapa anggota Satuan Binmas Polres Nabire yang juga dihadiri oleh Waka dan Kabag Ops Polres. Dan beberapa waktu kemudian Kapolres-pun bergabung dalam diskusi kami, khususnya keberadaan Ikan Hiu Paus. Para pejabat Polres Nabire tersebut mendukung saya untuk mengunjungi lokasi ikan Hiu Paus tersebut. “Tidak lengkap di Nabire kalau belum melihat Hiu Paus, Bang,” ujar Sonny Tampubolon, Kapolres Nabire.
Beruntung perjalanan didampingi Kabag Ops, AKP. Helmi Tamaela, sehingga bisa memberikan banyak informasi terutama lokasi yang akan dituju, yaitu Kalilemon dive resort. Perjalanan darat dari Nabire menuju lokasi ke Pantai Wagi harus ditempuh selama 1, 5 jam. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan 2 (dua) buah speed boath pada umumnya diperkirakan memakan waktu 30 (tiga puluh) menit dengan kecepatan rata-rata 20 (dua puluh) knot. Namun setelah hampir 1 (satu) jam menembus gelapnya teluk Cendrawasih, kamipun sampai dan disambut oleh lelaki setengah baya dan Helmi yang telah tiba lebih awal. Lelaki tersebut ternyata pemilik, pengelola dan pendiri resort, namanya Bapak Bram Maruanaya.
Sekilas dari nama belakang dan perawakannya, Pak Bram yang berdarah Ambon (Maluku) tersebut ternyata putra dari seorang purnawirawan Polri. Pak Bram memiliki 6 saudara, awalnya merintis kariernya sebagai enterpreuner di bidang tehnik dan meubeler. Ayah 2 (dua) putra ini awalnya ditentang sang istri tercinta pada saat membangun resort 10 tahun lalu. Bukan itu saja, masyarakat sekitar resort-pun pada awalnya menentang usahanya karena ia tidak pernah memberikan “uang” tunai, tapi hanya pelatihan dan pembinaan. Sungguh awal-awal yang berat dan sulit harus dilalui Pak Bram, hingga akhirnya di tahun 2015 datang bantuan dari Dirjen Perimbangan Keuangan Negara.
Ngobrol berdua berteman kopi “Moanamani” dan cerita sahut-menyahut mengalur alami di atas salah satu spot utama berukuran sekitar 10 x 15 meter dengan bahan-bahan kayu besi yang kokoh. Secara keseluruhan, luas lokasi resort memanjang sekitar 200 meter dengan lebar 20 meter kebelakang sudah ditutup oleh tebing. Saat ini dihuni oleh 4 (empat) keluarga yang sejak awal dididik dan dibina oleh Pak Bram. Sedangkan personil lainnya ada yang pulang-pergi dari rumahnya ke resort. Sebagian lagi ada yang sudah mandiri dengan membuka usaha diving, bengkel, meubel, maupun sebagai trasporter laut.
Keingintahuan saya tentang tempat reservasi yang sekaligus berfungsi sebagai balai latihan kerja menambah suasana malam walaupun dihembus angin laut, namun semakin bergairah, karena Pak Bram seorang yang sangat terbuka dan menyenangkan. Cerita tanpa arah namun penuh keterbukaan, mulai dari masalah keluarga, anak-anak, harapan dan impian usaha non provit-nya untuk masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan hingga masalah “ikan Hiu Paus” terus bergulir.
Pada saat mengulas “ikan Hiu Paus” yang nama latinnya adalah Rhincodon typus, Pak Bram bisa dengan leluasa menceritakan dan menjawab apapun yang ditanyakan. Pengetahuan dan kekayaan budayanya terhadap ikan Hiu Paus semakin bertambah, karena hampir selama 10 tahun terus berinteraksi dengan ratusan pengunjung orang asing. Mereka datang dengan berbagai alasan, baik hanya sekedar tertarik untuk datang melihat, para pejabat asing maupun ahli-ahli dari luar negeri yang datang untuk mempelajarinya. Para ahli yang datang dari berbagai negara, seperti Amerika, Jepang, Swiss, Australia, Jerman dan banyak lagi. Tak ayal, bantuan peralatan dan teknologi diberikan untuk bisa memantau, mendeteksi bahkan memonitor setiap pergerakan ikan Hiu Laut ini.
Menurutnya, para ahli saat ini baru bisa mendeteksi ada sekitar 138 (seratus tiga puluh delapan) ekor. Sebagian dari ikan-ikan tersebut dipasang sejenis “chips” di siripnya. Chips tersebut berfungsi memonitor setiap gerakan, suhu air, kelembaban, kedalaman air, maupun jalur (rute) migrasi. Pernah ada satu ikan bermigrasi ke Pilipina, terpantau berangkat dan kembali melalui jalur (rute) serta kedalaman yang sama. Juga termonitor ikan-ikan tersebut bermigrasi hingga ke perairan Karibia di kedalaman 2000 feet. Konon, ikan-ikan tersebut sanggup menyelam hingga kedalaman 6000 feet. Juga termonitor pergerakan ikan-ikan tersebut di sepanjang perairan Australia. Bagaimana memonitor pergerakan mereka? Pak Bram memiliki akses khusus untuk membuka link yang diberikan oleh para ahli yang memonitor aktivitas ikan-ikan tersebut di Amerika Serikat.
Pertanyaan saya adalah mengapa ikan-ikan itu hampir setiap saat ada di perairan Nabire atau teluk Cendrawasih? Kemungkinan utama disebabkan oleh banyaknya plankton laut dan ikan-ikan kecil sebagai makanan utama ikan-ikan tersebut, sehingga mereka lebih banyak berdiam di Nabire. Cerita semakin seru, namun harus diakhiri oleh Pak Bram karena saya esok harus bertemu dengan raksasa laut tersebut.
Sekitar 06.45, Pak Bram dan Andrian Yamban (speed nakhoda boath) sudah membawa kami melaju mendekati bagan (rumah terapung tempat menangkap ikan) terdekat. Banyak yang menganggap ikan terbesar di dunia adalah ikan paus, padahal Paus bukanlah ikan karena hewan mamalia. Hiu paus (whale shark, Rhincodon typus) adalah spesies ikan terbesar di dunia dan bisa mencapai panjang 13 hingga 15 meter. Walau masih satu keluarga dengan hiu putih besar (great white shark) yang terkenal ganas, justru perilaku hiu paus sangat jauh berbeda.
Tidak perlu menunggu waktu terlalu lama, muncul 3 (tiga) ekor ikan Hiu Paus tersebut. Saya, sengaja beratribut segera terjun nyebur di kehijauan dan kebiruan toska yang menghampar, tak sabar ingin melihat dan mendekat. Cukup menyelam sesaat saja, dengan jelas terlihat gerakan yang anggun dan sangat menyenangkan berada dekat ikan tersebut. Bersyukur saya bisa sedikit menahan napas dan Pak Bram yang membawa kamera bisa mengambil posisi untuk mengabadikan momen langka tersebut. Berenang sambil terus mengingat semua petunjuk Pak Bram, saya menjaga jarak dan tetap terkagum-kagum akan kebesaran ciptaan dan keruniaNya bagi Papua yang kaya ini.
Pantas saja Ibu Tito Karnavian, Slank dan para pencinta hewan sangat geram ketika ada sekelompok penyelam yang mengajak bermain ikan Hiu Paus dengan cara-cara yang tidak bertanggung-jawab. Walaupun mereka berhasil ditangkap, namun belum ada payung hukum yang bisa dijadikan acuan untuk menjatuhkan sangsi bagi mereka. Tentu peristiwa tersebut tidak boleh lagi terjadi dan harus dijadikan pertimbangan bahwa mahluk karunia Tuhan yang satu ini memang layak dan sangat pantas untuk dilindungi dan dijaga kelestariannya.
Orang-orang seperti Pak Bram inilah sejatinya pejuang-pejuang untuk kemanusiaan, bukan saja untuk Papua namun kelestarian alam semesta.
Terima kasih Pak Bram.
Semoga kita bisa jumpa lagi sebelum misi suci di tanah Papua ini usai dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi dan melindungi kita semua.
Aamiin yaa robbul alamin. (…ders…)



[1] Kasatgassus Binmas Noken Polri. 7 November 2018.

No comments:

Post a Comment