Tuesday, January 9, 2018

Mendinamisasikan Konsep “Binmas Pioneer” Di Polda Papua



Mendinamisasikan Konsep “Binmas Pioneer
Di Polda Papua
Oleh;
Eko SUDARTO[1]

Pengantar
          Tulisan singkat ini ingin menunjukkan bagaimana dinamisasi[2] Polri dalam pelaksanaan tugasnya melalalui pendekatan soft approach melalui operasionalisasi Binmas Pioneer, sesuai tugas pokoknya sebagaimana tertuang dalam UU No 2 tahun 2002[3] tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Uraian didalamnya khusus membahas konsep pendekatan tugas Pokok fungsi Binmas[4] (Pembinaan Masyarakat) melalui implementasi kebijakan dan konsep “Binmas Pioneer” yang telah lama diimplementasikan diseluruh wilayah Kepolisian di jajaran Kepolisian Daerah Papua (Polda Irian Jaya[5]).  
Mengapa Binmas Pioneer harus di Polda Papua? Dalam berbagai kebijakan dan strategi kepolisian yang ditetapkan banyak wilayah Polda[6] (Kepolisian Daerah), konsep Binmas Pioneer sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Secara khusus, pelaksanaan Binmas Pioneer di Polda Papua[7] ini dikarenakan; 1). Keberadaan struktur Polri ada hingga pos-pos polisi di wilayah terpencil di Papua; 2). Kemampuan personil Polri dalam pendampingan di lokasi (co-location) atau asistensi terhadap masalah-masalah masyarakat sangat dibutuhkan; 3). Salah satu Tugas Pokok Polri adalah sebagai pembimbing, pelindung, pengayom dan pemecah masalah (problem solver) bagi masyarakatnya.
Dinamika Binmas Pioneer sebagai struktur mengalami pasang surut dari waktu ke waktu, tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini masih sangat bergantung kepada peran agensi atau aktor pejabat kepolisian (Giddens; 1984 dan Bourdieu; 1977) dalam menentukan kebijakannya. Sebagaimana disampaikan di awal, maka tulisan ini selain terinspirasi oleh concern Kapolri saat ini soal Papua, juga ingin menyegarkan kembali konsep Binmas Pioneer sebagai satu metode soft approach Polri dalam membangun interaksi dengan masyarakatnya.

Kebijakan Binmas Pioneer
Tugas Pokok kepolisian secara universal  sejak tahun 1970 adalah represif (bersifat penindakan), preventif (bersifat pencegahan), dan preemtif (bersifat menangkal). Preemtif[8] merupakan kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan dan menghilangkan unsur-unsur korelatif kriminogen dari masyarakat agar tidak berkembang menjadi ancaman atau gangguan (police hazard) atau bahkan berlanjut menjadi Ancaman Faktual (AF).
Reformasi Birokrasi Polri Gelombang lll tahun 2016-2019, menjabarkan agenda pokok tugas Polri dalam Strategi keamanan dibagi kedalam 3 (tiga) hal penting yaitu; 1). Pelayanan keamanan kepada masyarakat seluas-luasnya sepanjang waktu sehingga menumbuhkan kepercayaan masyarakat (public trust); 2). Mempercepat Proses penegakan supremasi hukum untuk mewujudkan masyarakat patuh hukum; dan 3). Bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat atau instansi guna memelihara dan mewujudkan kamdagri (partnership building).
Dalam perjalanan reformasi, Polri telah melewati berbagai tahapan Grand Strategy-nya, yaitu trust building, partnership building dan kini strive for excellence (Karnavian dan Sulistyo; 2017). Dan untuk percepatan dalam rangka capaian grand strategy tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengeluarkan kebijakan Promoter[9] sebagai upaya untuk terus memperkuat kemitraan Polri dengan masyarakatnya agar lebih meningkatkan kepercayaan dan keyakinan Publik.
Implementasi khusus dari program yang telah dijalankan di Polda Papua tersebut adalah melalui kegiatan nyata (riil) yaitu mengajak dan mempengaruhi masyarakat untuk terlibat secara aktif melakukan aktivitas pembangunan secara bermartabat dan menghasilkan bagi kesejahteraan berupa pendapatan (income) bagi masyarakat. Program tersebut adalah program Binmas Pioneer.
Dinamika Binmas Pioneer merupakan sebuah keniscayaan yang perlu diaktifkan kembali dengan kemasan yang disesuaikan dengan era kini (jaman now) agar dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembangunan Sumber Daya Manusia, khususnya masyarakat Papua. Para anggota Binmas Pioneer diharapkan dapat berperan aktif melalui peningkatan kompetensi diberbagai bidang ketrampilan maupun pengetahuan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan lingkungannya. Konsep Binmas Pioneer diharapkan mampu menjadi solusi komprehenship sebagai jembatan yang menghubungkan adanya kesenjangan (gap) komunikasi antara masyarakat dengan Polri maupun Pemerintah. Melalui program ini setiap anggota Binmas Pioneer diharapkan mampu menjadi problem solver sekaligus sebagai pembimbing (co-locator) bagi masyarakat di wilayah Papua dalam mengelola setiap peluang di wilayahnya.

Hal ikhwal Konsep Binmas Pioneer
          Pada tahun 1993, Polda Papua (Irian Jaya saat itu) dipimpin oleh Brigjen Pol. Muharsipin menggulirkan kebijakan Binmas Pioneer yang dipandang sangat menyentuh masyarakat karena memang tingkat kriminalitas di Papua yang rendah. Sehingga dinamika Polri harus memberikan kontribusi pemikiran dan karya nyata melalui pendekatan Binmas Pioneer. Maka, agensi dan struktur yang berfungsi sebagai fasilitator dan eksekutor dari konsep tersebut adalah Direktur Binmas Polda Papua, yang pada saat itu dijabat oleh Kolonel Polisi Frans Krey.
Binmas Pioneer jelas merupakan tindakan Polri melalui “soft hand in society approach” bukan “hard hand in society approach” (Mardjono Reksodiputro; 2001) yaitu suatu pola tindakan kepolisian dengan melakukan fungsi bimbingan dan pendampingan di masyarakatnya. Binmas adalah singkatan dari Pembinaan Masyarakat, sementara “pioneer” merupakan istilah asing yang secara awam diterjemahkan sebagai “pelopor”. Sehingga dapat dimaknai bahwa Binmas Pionner adalah personil Polri dengan kemapuan khusus yang disiapkan sebagai pelopornya, atau petugas “Binmas Sang Pelopor”. Kemampuan khusus macam apakah yang dimiliki? Bab ini akan menjelaskan perihal tersebut secara lebih spesifik dan terinci.
Bagi penulis sendiri, ditahun 1993 tersebut, ada sebuah peristiwa yang tidak terlupakan, yaitu apresiasi dan penghargaan yang diperoleh saat itu menjabat sebagai Kapolsek Merauke (Kelapa Lima). Penulis mendapatkan promosi berupa mutasi[10] menjadi Kapolsek Jayapura Utara (Japut) karena dinilai telah berhasil menjalankan program Binmas Pioneer. Adapun program Binmas Pioneer yang dilakukan saat itu adalah peternakan ayam kampung, berkebun palawija (Jagung, kacang dan umbi atau petatas) serta membangun koperasi Binmas Pioneer bagi masyarakat sekitar Polsek.
Hal yang dirasakan adalah bahwa apa yang dilakukan Polri melalui Binmas Pionner bisa langsung dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Ada yang hanya melihat dan bertanya, ada yang bisa diajak, bahkan ada yang minta diajari. Dengan konsep binmas pioneer ala jaman now (gaya baru), tentu Polri dituntut lebih peka dan sensitif dalam menangkap aspirasi serta harapan masyarakat Papua tersebut, dengan demikian keluhan dan keinginan masyarakat merupakan kebutuhan yang harus dijawab oleh anggota Binmas Pioneer untuk disuarakan kepada Pimpinan Polri.
Dalam hal ini Polri tentu saja tidak bisa bekerja sendiri, selain bukan bidangnya juga tentunya ada departemen atau instansi lain (stake holders) yang lebih berkompetan. Namun anggota Binmas Pioneer adalah personil Polri yang diberikan pengetahuan dan keahlian dasar oleh berbagai stake holders’ terkait lainnya yang bisa menjadikannya sebagai pelopor di wilayah-wilayah terpencil dan tidak memiliki oleh stake holder pemerintah lainnya.



Model Binmas Pioneer
          Berbicara perihal model (pattern) atau pola-pola, maka hal yang terlintas di benak kita adalah bentuk-bentuk atau jenis-jenis dari Binmas Pioneer yang selama ini telah dilaksanakan oleh Polda Papua. Prosesnya tentu bukanlah singkat untuk membentuk seorang personil Binmas Pioneer tersebut.  Penulis sendiri pernah mengikuti kursus dan pelatihan Binmas Pioneer sebanyak 2 (dua) kali yang dipusatkan plaksanakan latihannya di wilayah pemukiman transmigrasi, yaitu di Arso, Jayapura.  Adapun waktu pelatihan saat itu bervariasi, ada yang seminggu atau 7 (tujuh), 5 (lima) hari maupun 3 (tiga) hari, dengan mendatangkan pelatih maupun instruktur dari berbagai departemen maupun instansi pemerintah terkait, seperti Pertanian, Peternakan, Perikanan, Perkebunan, dan ahli-ahli pertukangan.
          Capaian keberhasilan program Binmas Pioneer bukan semata-mata keberhasilan secara fisik, seperti panen atau hasil yang melimpah dari kegiatan tersebut, namun lebih kepada bagaimana tercipta proses interaksi Polri dan masyarakat serta unsur pemerintah bisa bersama-sama memaknai kebersamaan dalam pencapaian tujuan. Tidak dipungkiri, bahwa memang pada akhirnya hasil berupa buah pekerjaan berupa panen akan memiliki nilai tersendiri, seperti hasil Panen Raya di Polsek Sota[11], Polres Merauke pada tanggal 20 Juli 2017 lalu.  Panen raya tersebut di hadiri oleh Dinas Tanaman pangan Kabupaten Merauke, Danramil Sota, Kapolsek Sota dan Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Panen raya berupa pohon kumbili (tanaman sejenis umbi rambat) tersebut ditanam dikebun milik Bapak Alosius Sanggra, yang merupakan masyarakat binaan Binmas Pioneer dari Polsek Sota. Anggota Binmas Pioneer mengajar dan memberitahu cara bertani kumbili yang ditanam di tanah seluas kurang lebih 1, 5 (satu setengah) hektar lebih.
          Dalam berbagai kesempatan diskusi dan pembahasan tentang rencana implementasi program Binmas Pioneer dengan Kompol Gusti Era (Mantan Wakapolres Mimika) dan Ipda Made Ambo, secara umum model pelatihan pertukangan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut; 1). Binmas Pioneer sebagai Penatua Kamtibmas; 2). Binmas Pionner sebagai Guru Pengajar (Polisi Pi Ajar[12]); 3). Binmas Pioneer dalam bidang Pertukangan; 4). Binmas Pioneer dalam bidang Peternakan dan perikanan; 5). Binmas Pioneer dalam bidang Pertanian dan perkebunan (bercocok tanam); dan 6). Binmas Pioneer dalam bidang kesehatan. Dan berbagai peluang untuk membentuk Binmas Pioneer lainnya terus dieksplorasi sesuai tuntutan, keinginan dan harapan masyarakat Papua.

1).      Binmas Pioneer sebagai Penatua Kamtibmas
          Provinsi ini terdiri dari 28 Kabupaten dan 1 kotamadya. Berdasaran data sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Papua sebesar 2.833.381 jiwa, sebagian besar berada di Kota Jayapura. Bila dianalisa, sebagain besar penduduk provinsi Papua memeluk agama Kristen, yang berikutnya adalah Agama Katolik, Islam, Hindu, Budha dan terakhir Agama Khong Hu Chu. Agama Kristen menjadi mayoritas di hampir semua kabupaten dan kota, sedangkan katolik hanya di beberapa daerah saja, Agama Islam dengan populasi terbesar ada di Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, Mimika dan Nabire. Dengan komposisi tersebut, Polri memandang diperlukannya Binmas Pioneer dengan kemampuan sebagai Penatua Kamtibmas untuk lebih bisa mendengar harapan dan keluhan dari kaum masyarakat wilayahnya.
          Adapun tujuan dengan dibentuknya Binmas Pioneer Penatua ini adalah untuk membimbing masyarakat dalam upaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat dengan mendorong peningkatan pengetahuan agama melalui program penatua kamtibmas. Dengan demikian tugas-tugasnya adalah sebagai berikut; a). Mampu bertindak sebagai pelayan umat dalam setiap ibadah kelompok masyarakat; b). Sebagai narasumber dalam setiap kegiatan pendidikan agama bagi anak, pemuda dan masyarakat umum; c). Memfasilitasi kegiatan pemakaman bagi masyarakat yang meningal; d). Memfasilitasi dan turun dalam pembangunan sarana ibadah masyarakat; dan e). Memfasilitasi penyelesaian masalah antar masyarakat (masyarakat lebih percaya kepada Tokoh Agama dlm penyelesaian masalah).
          Adapaun profile dan kompetensi latihan Binmas pioneer Penatua atau Gembala Kamtibmas adalah anggota Polri yang mahir dan terampil dlm melaks tugas Sebagai Penatua atau Gembala Kamtibmas. Secara spesifik anggota Binmas Pioneer tersebut; a). Dituntut untuk memahami konsep kamtibmas dan perspektif agama Kristen; b). Memahami karakteristik budaya setempat; c). Terampil menerapkan metode, taktik dan tehnik ceramah; d). Paham tehnik dan tata cara peribadatan; e). Paham dan mampu terapkan tehnik konseling; f). Mampu mempraktekan pelayanan umat dalam peribadatan; dan g). Mampu membuat laporan hasil pelaksanaan tugas.
Untuk anggota Binmas Pioneer pada sebagai Penatua atau gembala kamtibmas ini, sebagai bagian dari organisasi gereja (GKI) di papua dan juga pada umumnya personil Polri yg telah berpengalaman sebagai pembina umat Kristiani.

2). Binmas Pionner sebagai Guru Pengajar (Polisi Pi Ajar)
          Dalam berbagai diskusi tentang masalah pendidikan di Papua, maka kurangnya tenaga pendidik merupakan kendala utama disamping berbagai kendala lainnya, seperti kondisi geografis yang menyulitkan warga Papua untuk mendapatkan akses pendidikan, terbatasnya jumlah sekolah maupun berbagai masalah lainnya. Kehadiran tenaga pendidik atau guru merupaka elemen vital dari proses pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai instansi yang berwenang terus membangun kolaborasi dengan instansi pemerintah dan swasta dalam mengatasi permasalahan tersebut. Polri sebagai bagian dari struktur pemerintahan memiliki peran untuk turut serta mencerdaskan dan mengatasi permasalahan kekurangan tenaga pengajar tersebut dengan membentuk struktur Binmas Pioneer melalui aktivitas Guru Pengajan (Polisi Pi Ajar).
Tujuan dibentuknya struktur Polisi Pi Ajar ini adalah membantu, membimbing dan meningkatkan pengetahuan dan kapasitas masyarakat dengan menambah masyarakat yang mampu baca tulis, menunjang pendidikan dasar, menengah dengan secara langsung berperan sebagai guru baik disekolah-sekolah maupun sanggar kegiatan belajar masyarakat. Kegiatan implementatif dari Polisi Pi Ajar ini diantaranya adalah; a). Secara terjadwal dan langsung menjadi guru disekolah-sekolah, sanggar kegiatan belajar masyarakat dengan menggunakan metode yang dapat membangkitkan kesenangkan, keinginan masyarakat untuk belajar (melalui metode permainan (game), sosio drama, simulasi, media pembelajaran film dan diskusi kelompok); b). Sebagai fasilitator dan pelatih dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah maupun dimasyarakat.
Profile dari Binmas Pioneer dengan kemampuan pengajar atau “Polisi Pi Ajar” adalah; a). Paham karakteristik dan latab belakang budaya setempat; b). Paham konsep perkembangan belajar peserta didik; c). Paham landasan pendidikan; d). Paham dan mampu menerapkan berbagai metodologi pembelajaran; e). Paham dan mampu terapkan strategi pendidikan; f). Mampu membuat silabus dan persiapan belajar (desain pembelajaran); g). Mampu melakukan penilaian hasil belajar; dan h). Mampu membuat laporan hasil pelaksanaan tugas sebagai sarana kontrol dan kemajuan pendidikan. Untuk pelatihan guru atau tenaga pendidik Binmas Pioneer ini  akan difasilitasi dan dilatih oleh FKIP Uncen dan personil polri yang memiliki sertifikasi pendidik dan akta mengajar.

3). Binmas Pioneer dalam bidang Pertukangan
          Sebagaian besar masyarakat Papua masih tinggal di rumah-rumah kayu yang memang tersedia dari alam Papua yang kaya akan kayu hutannya. Jika mencermati bidang-bidang yang diagendakan dalam Otonomi Khusus Papua[13], salah satunya adalah upaya peningkatan kapasitas SDM masyarakat Papua melalui program pelatihan pertukangan (meubel) bagi masyarakat Papua dan pelatihan anyaman. Sebaiknya di satuan kepolisian setingkat Polsek yang memiliki personil Binmas Pioneer dalam hal pertukangan dilengkapi dengan peralatan wajib berupa; a). 1 (satu) unit Gergaji Listrik; b). 1 (satu) unit mesin skap kayu; c).  1 (satu) set peralatan pertukangan kayu dan pertukangan batu; dan d). 1 (satu) unit genset. Hal ini karena Binmas Pioneer dengan keahlian pertukangan ini dihadapkan pada tuntutan masyarakatnya untuk membantu masyarakat dalam pembangunan (rumah, sarana ibadah, sekolah, dan lain-lain) dan juga menjadi fasilitator dalam meningkatkan ketrampilan pertukangan dengan memberikan kursus singkat pertukangan.
          Profile personel Binmas Pioneer yang dibentuk dalam pelatihan ini adalah; a). Paham karakteristik budaya setempat; b). Paham dan mampu membuat, membaca desain atau rancang gambar bangunan maupun meubel; c). Mampu melakukan penghitungan bahan; d). Paham dan mampu melakukan pengukuran atau pemasangan bowpalank, pondasi menerus atau  titik dan profile dinding; e). Paham dan terampil membuat konstruksi bangunan sederhana; f). Paham dan terampil membuat kosen atau daun pintu dan jendela; dan g). Mampu membuat laporan hasil pelaksanaan tugasnya. Untuk pelatihan pertukangan difasilitasi dari BLKI (Balai Latihan Kerja Indonesia) dan personil yang telah memiliki pengalaman dalam bidang pertukangan.

4). Binmas Pioneer dalam bidang Peternakan dan perikanan
Populasi ternak di Provinsi Papua secara umum masih sangat rendah dibandingkan dengan rasio luas wilayah (tata ruang wilayah). Populasi ternak yang dianggap dominan adalah komoditas ternak babi, sapi dan ayam buras, sedangkan ternak lainnya tidak banyak dikembangkan di lokasi. Bidang peternakan yang sangat mungkin untuk dikembangkan di Papua yaitu membudidayakan ternak, menjual ternak, bekerja pada peternakan, dan mengolah hasil ternak. Sementara pada bidang perikanan, yaitu menangkap ikan, membudidayakan ikan, dan membudidayakan rumput laut yang tergelar di sepanjang pantai dan laut di Papua.
Kekayaan alam Papua berupa geografi, flora dan fauna, sangat memungkinkan untuk dikelola melalui peternakan dan perikanan, serta mampu menghasilkan secara ekonomi. Dengan kondisi peluang seperti ini Polri perlu membentuk Binmas Pioneer yang mampu memiliki kemampuan sebagai peternak, diantara kemampuan tersebut, secara spesifik adalah sebagai berikut; a). Memberikan pemahaman tentang peternakan dan perikanan; b). Turut menjadi konsultan dalam usaha peternakan maupun perikanan bagi masyarakat baik dalam proses pembibitan maupun pemeliharaan dan perawatan kesehatan ternak maupun perikanan; c). Memfasilitasi pendistribusian hewan ternak maupun perikanan (pendayagunaan ataupun pemasaran).
Sedangkan profile anggota Binmas Pioneer yang memiliki kemampuan dalam hal Peternakan dan perikanan adalah sebagai berikut; a). Paham karakteristik budaya setempat; b). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ternak ayam ras dan buras; c). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ternak babi atau rusa; d). Paham dan trampil menerapkan teknologi bidudaya lebah madu; e). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ikan air tawar; f). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya udang air tawar; g). Memahami manajemen kesehatan ternak; h). Mampu menjadi petugas penyuluh atau pendamping dlm perencanaan kelompok; dan i). Mampu membuat laporan pelaksanaan tugas. Untuk pelatihan bagi Binmas Pioneer di bidang peternakan dan perikanan harus difasilitasi dari dinas peternakan dan perikanan serta tenaga profesional, khususnya dibidang budidaya ternak, ikan dan udang maupun pengelolaannya.

5). Binmas Pioneer dalam bidang Pertanian dam perkebunan (bercocok tanam)
Sektor lain yang sangat penting di Papua adalah mengenai sektor pertanian, hal ini karena pertanian merupakan kebutuhan primer menyengkut kebutuhan pangan penduduk di wilayah ini. Secara umum, dari kondisi sumber daya lahan pertanian, sektor pertanian mampu dan cukup menyumbang dalam roda perekonomian penduduk, namun apakah sudah cukup dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk Papua? Dari sektor pertanian cukup berkontribusi di provinsi Papua, namun untuk subsektor pertanian penghasil kalori utama (jenis padi-padian, umbi-umbian, dan kecang-kacangan) belum cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk untuk sebagian besar kabupaten di Pulau papua. (Sumber; https://ardispasialnet.wordpress.com/2010/07/08/4/)
Secara sederhana, pada bidang pertanian, yaitu menanam tanaman pangan, menggarap lahan, menjual hasil panen dan mengolah hasil panen, dan bidang Perkebunan, yaitu menggarap lahan perkebunan, memetik hasil panen, mengolah hasil panen, dan bekerja di perkebunan. Dengan demikian kemampuan Binmas Pioneer pada bidang bercocok tana mini adalah; a). Memberikan pemahaman tentang perkebunan / bercocok tanam yang hemat dan efisien (hydrophonik dan sejenisnya); b). Turut menjadi konsultan dalam usaha perkebunan masyarakat baik dalam proses pembibitan maupun pemeliharaan dan perawatan kesehatan tanaman; c). Memfasilitasi pendistribusian hasil kebun (pendayagunaan ataupun pemasaran).
Dari penjelasan tersebut, maka profile personil binmas pioneer dengan kemampuan bercocok tanam mini, maka yang dituntut adalah; a). Paham karakteristik budaya setempat; b). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ubi jalar; c). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya buah-buahan dataran tinggi; d). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya sayur-sayuran dataran tinggi; e). Mampu mempraktekan tugas penyuluh pertanian; f). Mampu memahami manajemen kelompok (pendamping dlm perencanaan kelompok); dan g). Mampu membuat laporan pelaksanaan tugas. Untuk pelatihan program bercocok tanam atau  pertanian ini harus difasilitasi dari dinas pertanian dan beberapa tenaga profesional yang memiliki pengalaman dalam bidang pertanian.

6). Binmas Pioneer dalam bidang kesehatan.
Kewajiban memberikan pelayanaan kesehatan bagi penduduk belum dilaksanakan secara memadai, masyarakat masih mengalami kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Terdapat berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit endemis dan atau penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk, namun masih belum optimal. Demikian halnya dengan program-program perbaikan dan peningkatan gizi penduduk, meski ada indikasi penurunan secara makro, namun angka penderita gizi buruk dan kurang masih signifikan di Papua.
Walaupun Polri memiliki struktur kesehatan seperti dokter polisi maupun medis, namun kehadiran dari personil Binmas Pioneer di bidang kesehatan bukan hanya sangat diperlukan namun juga akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Papua. Pengetahuan dan pemahaman dari Binmas Pioneer kesehatan ini akan memberikan; a). Memberikan pemahaman tentang pentingnya kesehatan perorangan dan lingkungan; b). Turut menjadi konsultan dalam usaha menjaga kesehatan perorangan maupun lingkungan; c). Memfasilitasi pendirian sarana kesehatan umum masyarakat; dan d). Mempelopori kegiatan kebersihan lingkungan di masyarakat.

7). Konsep Binmas Pioneer Masdarwis (Masyarakat Sadar Wisata)
          Konsep Masyarakat Sadar Wisata (MASDARIS) sebagaimana sering dilontarkan Brigjen Pol. Dr. Chrysnanda Dwi Laksana dalam berbagai kesempatan diskusi, merupakan konsep penting yang perlu dipahami dan didesain, bukan hanya oleh Binmas Pioneer namun juga untuk semua kalangan, baik Pemerintah, swasta maupun masyarakat luas.
Konsep MASDARWIS secara sederhana merupakan upaya dinamisasi akan kesadaran mengelola wilayah yang kaya potensi wisatanya. Bidang pariwisata di Indonesia menyimpan sejuta harapan dan hingga kini dirasakan belum dikelola secara optimal dan baik. Pengelolaan secara professional, terintegrasi, bersih dan ramah lingkungan masih jauh dari mimpi.
Demikian halnya Pariwisata di Tanah Papua. Selain alamnya yang luar biasa, asri dan perawan, tanah Papua menyimpan banyak eksotisme flora dan fauna. Kewajiban Pemerintah perlu secara serius dan sungguh-sungguh untuk mengelola dan menjaganya. Misalnya masalah pengelolaan lokasi wisata di Raja Ampat yang begitu terkenal, seperti; menyewakan penginapan (hotel, motel atau rumah sewa), membuat dan menjual kerajinan, menyewakan perahu, perlengkapan selancar, dan alat selam. Belum lagi Potensi sosial budaya berupa kemampuan yang dapat dikembangkan dari pola kehidupan yang terdapat pada suatu masyarakat di suatu daerah di seluruh Papua, seperti pakaian daerah, tari-tarian daerah, pertunjukan adat, Lagu daerah, alat musik Tifa, kerajinan seni patung Papua, cerita daerah maupun kuliner makanan Papua serta adat istiadat setempat.

Harus “Jatuh cinta” terhadap di Papua
Langsung ke pokok kata kunci dari keberhasilan terhadap penanganan di Papua adalah mencintai Papua secara utuh, walaupun kita tidak terlahir dan tumbuh besar di tanah Papua. Sebagaimana pesan Bung Karno Sang Proklamator “…Cintailah Papua”, sebab hanya dengan perasaan tersebut, maka semangat dan jiwa untuk membangun Papua akan lebih bermakna, hal ini sejalan dengan ungkapan Muridan “Sang etnographer” dari LIPI yang hingga akhir hayatnya berfikir dan berbuat untuk Papua.
masa kejayaan konsep Binmas Pioneer diatas, begitu menggelora dalam kepemimpinan Brigjen Pol. Muharsipin. Polri dengan sadar dan terencana telah menyusun dan membangun struktur Binmas Pioneer dengan pilosofi untuk membangun kebersamaan dan kesadaran akan perlunya Polri dengan masyarakat untuk saling bahu membahu mencapai hidup lebih bermartabat. Dalam prosesnya, tercipta interaksi harmonis antara masyarakat dengan Polri (anggota Binmas Pioneer) yang memiliki posisi sejajar (equal). Posisi Polri tidak berada berhadap-hadapan (face to face) atau diatas masyarakatnya (patron – klien) yang saling bertentangan atau mendominasi, namun saling berdampingan dan sejajar dengan masyarakatnya yang saling mendurung dan mendukung. Inilah philosophycommunity policing” yang menjadi dasar kepolisian modern dalam bertindak dalam alam demokrasi dewasa ini.
Beberapa rekomendasi pengembangan Program Binmas Pioneer: 1). Program ditujukan pada masyarakat Papua, dengan melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Kepala suku (ondoafie) sebagai instrumen penting dalam program pengembangan berbasis kearifan lokal, 2). Pendekatan teknologi sesuai dengan kemampuan yang sudah dikuasai masyarakat, dan 3). Pendekatan program lintas sektoral mengacu pada program unggulan daerah, disamping peluang model pengembangan, seperti peternakan terintegrasi dengan tanaman pangan (babi, ayam, unggas, ubi jalar atau petatas dan padi).
Sebagaimana pelaksanaan Otonomi Khusus Papua, konsep Binmas Pioneer membutuhkan dukungan setiap pihak dalam pelaksanaannya. Komunikasi internal Polri (Mabes sampai ke Polsek) perlu ditingkatkan dengan mengaktifkan media komunikasi yang ada. Komunikasi eksternal (dengan TNI, Instansi dan lembaga terkait) mutlak harus ditingkatkan dengan perluasan media komunikasi disertai dengan koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten terhadap penyampaian program ini ke masyarakat.
Menjadikan Papua sebagai arena (field) untuk membangun habitus bagi agensi agar memiliki philosophy of life yang bermakna merupakan pilihan yang perlu dilakukan. Anekdot bahwa Papua merupakan Polda “buangan” merupakan jargon usang yang tidak boleh ada dalam benak anggota Polri, karena Papua merupakan laboratorium terbesar dari pengetahuan akan ratusan flora, fauna, etnik dan entitas, baik suku maupun bahasa yang menjadi kekayaan Indonesia.
Daftar Pustaka

a.               Giddens, Anthony (1984). “The Constitution of Society: Outline of the Theory of Structuration”. Cambridge: Polity Press.
b.               Bourdie, P. (1977), Outline of a Theory of Practice, Cambridge: Cambridge University Press
c.               Karnavian, Tito dan Sulistyo, Hermawan, 2017, Democratic Policing, Pensil 324, Jakarta.
d.               UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua.
e.               Priyannto, Dwi dan Irawan (2008), Tantangan, Peluang dan arah pengembangan Peternakan Propinsi Papua (Challenge, Opportunity, and Direction of Livestock Development in Papua Province), Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008, Balai penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor.
g.               Akses Internat; https://ardispasialnet.wordpress.com/2010/07/08/4/



[1]. Ditulis pada tanggal 9 Januari 2017. Mahasiswa S3, Kajian Ilmu Kepolisian, STIK-PTIK, Jakarta dan Analis Kebijakan Madya pada Set NCB-INTERPOL, Indonesia, Divisi Hubungan Internasional Polri.

[2]. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, dinamisasi berarti penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya; mengandung dinamika; sehingga mendinamisasikan berarti menjadikan dinamis.

[3]. Sesuai pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwa tugas pokok Polri adalah; 1). Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2). Menegakkan hukum; dan 3). Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

[4]. Tugas pokok Fungsi Binmas Polri secara khusus menyelenggarakan; 1). Pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2). Pengembangan peran serta masyarakat dalam pembinaan keamanan, ketertiban, dan perwujudan kerjasama Polres dengan masyarakat; 3). Pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen masyarakat antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak; 4). Pembinaan teknis, pengkoordinasian, dan pengawasan Polsus serta Satuan Pengamanan (Satpam); dan 5). Pemberdayaan kegiatan Polmas yang meliputi pengembangan kemitraan dan kerjasama antara Polres dengan masyarakat, organisasi, lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat.

[5]. Pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973, bahwa nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Presiden Abdurrahman Wahid menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya diubah namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kerajaan Tidore pada tahun 1800-an.
[6].  Ada 33 (tiga puluh tiga) Kepolisian Daerah (Polda) di seluruh Indonesia. Polda merupakan satuan setingkat Propinsi.

[7]. Polda Papua terdiri dari Polda Papua dan Polda Papua Barat. Polda Papua terdiri dari; 1). Polres Nabire; 2). Polres Kepulauan Yapen; 3). Polres Biak Numfor; 4). Polres Puncak Jaya; 5). Polres Paniai; 6). Polres Mimika; 7). Polres Waropen; 8). Polres Sarmi; 9). Polres Kerom; 10). Polres Pegunungan Bintang; 11). Polres Yahukimo; 12). Polres Tolikara; 13). Polres Boven Digul; 14). Polres Mappy; 15). Polres Asmat; 16). Polres Supirio; 17). Polres Membaramo Raya; 18). Polres Memberamo Tengah; 19). Polres Yalimo; 20). Polres Lanny Jaya; 21). Polres Nduga; 22). Polres Puncak; 23). Polres Dogiyai; 24). Polres Intan Jaya; dan 25). Polres Deiyai. Sedangkan Polres di jajaran Polda Papua Barat adalah; 1) Polres Sorong; 2). Polresta Sorong; 3). Polres Manokwari; 4). Polres Fak-fak; 5). Polres Raja Ampat; 6). Polres Bintuni; dan 7). Polres Teluk Wandama.
  
[8]. Tugas-tugas preemtif secara umum dilakukan melalui kegiatan-kegiatan pada fungsi intelijen dan Pembinaan Masyarakat (Binmas) atau Bimbingan Masyarakat (Bimmas). Selaras dengan tugas Binmas, muncul konsep Community Policing yang sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep Sistem Keamanan Swakarsa (Siskamswakarsa), yaitu sistem keamanan yang muncul dari inisiatif masyarakat atau komunitas. Dengan demikian, Polri bisa mengadopsi konsep Community Policing yang dikembangkan sesuai dengan kondisi dan pranata yang telah dimiliki yang sesuai dengan wilayah masyarakatnya. 
[9]. Promoter, merupakan kebijakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yaitu; 1). Profesional: Meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami, dilaksanakan, dan dapat diukur keberhasilannya; 2). Modern: Melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern; dan 3). Terpercaya: Melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN, guna terwujudnya penegakan hukum yang obyektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dengan 11 (sebelas) prioritas sasaran program, yaitu; 1. Pemantapan reformasi internal Polri; 2. Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan berbasis Teknologi dan Informasi; 3. Penanganan kelompok radikal prokekerasan dan intoleransi yang lebih optimal; 4. Peningkatan profesionalisme Polri menuju keunggulan; 5. Peningkatan kesejahteraan anggota Polri; 6. Tata kelembagaan, pemenuhan proporsionalitas anggaran dan kebutuhan administrasi dan sarana prasarana; 7. Bangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap Kamtibmas; 8. Penguatan Harkamtibmas (Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat); 9. Penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan; 10. Penguatan pengawasan; dan 11. Quick Wins Polri.
[10] Jika mengenang peristiwa mutasi tersebut, ada senyum penuh kebanggaan dan kepuasan tersendiri yang dirasakan, bahwa apapun jabatannya di Papua tetap niatnya sama; Ibadah dan pengabdian terbaik, karena jabatan di wilayah Polda Papua tidak identik dengan kemakmuran maupun kapital ekonomi, tetapi lebih kepada kehormatan dan integritas. Kemakmuran itu cukup dimaknai di dalam jiwa. Ada kata-kata bijak perihal rizeki (kemakmuran atau capital ekonomi) yang hingga saat ini masih tergores di sanubari, bahwa, “Rezeki itu BANYAK dirasa Kurang, dan SEDIKIT dirasa cukup”, tinggal bagaimana jiwa memaknai hal itu dengan mata hati dan logika. 
[11] Tapal batas Indonesia-PNG terletak di Sota. Untuk sampai di Sota, harus melalui Jalan Trans Papua. Sota berjarak sekitar 80 km dari Kota Merauke dengan jarak tempuh 1–1 jam 30 menit.
[12] “Polisi Pi Ajar”, merupakan singkatan dari polisi perngi mengajar. Kebiasaan masyarakat Papua maupun Indonesia bagian Timur dalam berkomunikasi adalah menyingkat kata “Pergi” menjadi “Pi”.
[13] UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua. Kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang diterapkan di Indonesia, secara teoritis merupakan konsep desentralisasi asimetris yaitu desentralisasi yang disesuaikan dengan daerahnya. Menurut Tillin (2006), terdapat dua jenis asymmetric federation, yakni de facto yang merujuk pada adanya perbedaan kondisi antara daerah satu dengan lainnya dan De jure asymmetry yang merupakan produk konstitusi didesain secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu. Penerapan desentralisasi asimetrik dapat dijumpai di Spanyol-Catalonia, Basque Country, dan Galicia, Italia, dan di 5 Negara Perancis-Corsica, Denmark-Greenland, Tanzania-Zanzibar, UK- Irlandia Utara, Scotland, Wales, Finlandia-Sami dan sebagainya.