Seleksi
Personil Polri Dalam Penugasan Belajar Di Luar Negeri
(Model
“Struktur” Pengembangan Kapasitas Agen)
Oleh:
Eko SUDARTO[1]
Tulisan
singkat ini ingin menunjukkan sebuah contoh tentang “struktur “ dalam
pengembangan kapasitas (capacity building) di Negara Amerika Serikat,
khususnya yang dimiliki oleh angkatan laut (Marinir), yang bernama NAVSCIATTS. Pengembangan kapasitas dari berbagai perspektif merupakan
upaya peningkatan kemampuan, baik bidang sumber daya manusia (SDM), organisasi,
strategi maupun doktrin. NAVSCIATTS merupakan salah satu pusat pendidikan
Angkatan Laut Amerika Serikat, khususnya pasukan elit Navy Seal dimana
di lembaga ini ditanamkan nilai-nilai dan norma-norma kesatria serta
kebanggaannya.
Uraian
singkat ini membahas tentang hal ikhwal struktur tersebut dalam kaitannya bagi
pengembangan bagi agen internasional Polri. Keterlibatan Polri dalam program
yang “baru” pertama kali diikuti ini merupakan inisiasi dari Office of Defence Cooperation (ODC)[2],
Jakarta. Sebuah struktur baru bagi Polri, karena selama ini pengembangan
kapasitas internasional bagi agen-agen Polri yang berafiliasi ke Amerika
biasanya dilakukan melalui wadah kerjasama yang diinisiasi oleh International
Criminal Investigative Training Assistance Program (ICITAP,) Jakarta maupun
International Organization for Migration (IOM).
ODC (Office of
Defense Cooperation)
Dalam
kesempatan melakukan riset pada penelitian tentang “international policing”
ini saya mendapatkan kesempatan dan manfaatkannya untuk mengikuti sebuah
program pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Amerika melalui ODC (Office
of Defense Cooperation) di Jakarta untuk mengikuti kursus SLIC (Strategic
Leader International Course) di Amerika Serikat. Sebuah peluang emas yang
tidak boleh disia-siakan tentu saja, sebagaiman adagium bahwa, “…jika kita
bisa meneliti langsung ke sumbernya (on the spot), maka selain kita melihat
langsung dan merasakannya, juga bisa memahami karakter sebenarnya suatu
fenomena sosial langsung dari sumbernya (aktor-aktornya atau agen-agennya)
melalui proses interaksi, yaitu komunikasi, tukar pikiran, maupun gerak-gerakan
tubuh (gestures) serta dinamika masyarakatnya”. Tentu demikian halnya
dengan apa yang ingin diperoleh dari penelitian ini, walaupun tidak langsung
tertuju kepada materi tentang “international policing”, namun patut
dipahami bahwa sumber acuan tentang konsep teori tersebut datangnya adalah dari
Amerika Serikat, maka tanpa banyak pertimbangan, saya mengambil peluang
tersebut.
Kantor
ODC merupakan sebuah “struktur” bagian dari Kedutaan Amerika Serikat yang ada
di seluruh dunia, salah satunya di Jakarta, yang dibentuk untuk membantu
pengembangan kapasitas bagi anggota (agen maupun aktor) militer Indonesia. ODC
pada umumnya menyiapkan dan menyeleksi para agen sebelum berangkat ke Amerika
atau tempat-tempat pendidikan milik Amerika lainnya melalui mekanisme yang
sudah tertata dengan baik secara administrasi maupun operasionalisasinya.
Program yang ditawarkan dan diberikan kepada para anggota TNI-Indonesia,
ternyata beragam dan bervariasi. Selain menyiapkan berbagai kursus yang
sifatnya singkat, juga memberikan peluang bagi pendidikan pengembangan karier
(Komando atau Pendidikan Fokasi) maupun pendidikan akademi (dari tingkat
sarjana S1, Master program hingga program Doktoral)[3].
Kini
ODC memberi peluang bagi Polri (agen-agennya) untuk mengembangkan pengetahuan
dan pengalamannya melalui berbagai program yang ditawarkan tersebut. Tentu saja
kejelian dan visi dari seorang aktor internasional Polri, dalam hal ini Krisna
Murti (selaku Kabag Bangtas dan kini Karo Misinter.red) patut diapresiasi,
karena untuk membangun struktur kerjasama pengembangan kapasitas baru, selain
perlu keberanian, juga tidaklah mudah dan perlu pengalaman internasional yang
memadai serta harus keluar dari dinamika kebiasaan (out of the box).
Personil Polri yang diseleksi dituntut memiliki kapasitas lebih, karena
dihadapkan pada berbagai tuntutan akan eksistensi kapital perorangan (khususnya
kemampuan Bahasa asing) dan juga dihadapkan pada kebudayaan yang berbeda
(makanan, perilaku, norma, dan lain-lain).
Dalam
referensi saya, beberapa agen (Perwira Polri) yang dikirim melalui program ODC
ini adalah KBP Sulistyo Pudjo, KBP Andi Rian Djayadi, KBP Ahmad Kartiko, AKBP
Julia Arman, Kompol Ahrie Sonta, dan kami saat ini (Saya dan AKBP Nurul Huda).
Tentu saja diharapkan masih banyak program ODC yang diminati oleh agen-agen
Polri lainnya, sehingga akan menambah kualitas agen dan membangun struktur baru
dalam pengembangan kapasitas internasional bagi Polri.
NAVSCIATTS (the
Naval Small Craft Instruction and Technical Training School's )
Pada
proses awalnya, agen-agen dinyatakan memenuhi persyaratan yang diselenggarakan
oleh OCD setelah dinyatakan “lulus” dengan kriteria mengikuti seleksi tertulis,
yaitu sejenis TOEIC (Test of English for International Communication)
dengan standar nilai 80 (delapan puluh). Berbagai persyaratan administrasi
lainnya merupakan prosedur protokoler yang disiapkan oleh ODC dan Polri
yang harus disiapkan oleh para agen hingga mekanisme keberangkatan. Pada
kesempatan pembekalan sebelum keberangkatan (pre-departing briefing)
tersebut juga para agen sudah tahu tentang program yang akan dijalani. Seperti
progam ini misalnya, yaitu SLIC (Strategic Leader International Course),
juga alokasi program (jangka waktu)yang masing-masing berbeda. SLIC merupakan program
perluasan stakeholder kerjasama (cooperation) dan pengembangan
jaringan (networking) yang berlangsung 1 bulan.
Dalam
program SLIC kali ini, delegasi Indonesia (TNI-Polri) merupakan pengiriman
pertama kali, yaitu 5 perwira yang terdiri dari 2 orang TNI-AD (1 dari Mabes
TNI dan 1 dari Bakamla), 1 dari Mabes TNI-AU dan 2 dari Mabes Polri. Sementara
negara lain yang tergabung adalah Malaysia (4 orang), Philipina (6 orang),
Thailand (4 orang), Bangladesh (1 orang) dan dari Pakistan (2 orang). Sehingga
keseluruhan peserta SLIC tahun 2017 ini berjumlah 22 orang.
Adapun
lokasi pelaksanaan kursus dilaksanakan dilakukan di NAVSCIATTS (the Naval Small Craft Instruction and Technical Training
School’s) yang terletak di the John C. Stennis Space Center di
Mississippi, New Orleans. Lembaga ini memiliki tugas melatih dan mendidik Pasukan
Operasi Khusus Asing (Foreign Special Operations
Forces), pasukan SOF (Special Operations Forces) dan pembuat SOF melintasi spektrum
taktis, operasional dan strategis melalui kursus
dalam negeri (in-residence) dan Tim Instruksi kursus bergerak (Mobile Training Team Courses of
Instruction). Dari
penjelasan pengantar yang diberikan oleh Penanggung Jawab sekaligus instruktur
tetap kursus, Mr. Gus (Robert Gusentine, mantan
US Navy Seal), bahwa sudah lebih dari 11.500 siswa yang berasal dari lebih 100 negara mitra telah lulus dari
pelatihan Naval Special Warfare ini sejak 1963.
Kursus-kursus
yang dilakukan di NAVSCIATTS ini meliputi berbagai
kursus, diantaranya tentang masalah operasi, perbaikan, pelestarian kerajinan tangan/ketrampilan (baik sungai dan pesisir), komunikasi, senjata, taktik
unit kecil, keamanan jarak jauh, operasi fusi-intel serta pengembangan
instruktur Mitra Bangsa (territorial) untuk semua hal yang disebutkan di
atas. Sementara dari namanya, "angkatan laut" dan
"kerajinan kecil"
(ketrampilan/keahlian), lebih dari separuh perkuliahan saat ini menyangkut masalah keamanan global.
Selain itu, NAVSCIATTS memiliki instruktur dan dosen pengajar dengan kemampuan untuk memenuhi persyaratan
yang muncul dari tuntutan para komandan operasional di lapangan. Keterlibatan para pelatih di NAVSCIATTS adalah untuk membantu mengembangkan, membentuk dan memelihara hubungan
strategis jangka panjang selama beberapa dekade dan melindungi investasi Amerika Serikat dan Negara Mitra utama.
Metodologi
pelatihan di NAVSCIATTS juga untuk mengembangkan Kapasitas Bangsa Mitra (counterpart negara) dan juga "Melatih Pelatih" (Trained the Trainer) dengan menggunakan kombinasi keterlibatan tim baik dari dalam dan luar negeri. Keterlibatan tim pelatihan mobile
digunakan sebagai tindak lanjut untuk pelatihan in-resident dan
memanfaatkan pelatih Mitra Pelatih NAVSCIATTS sebagai kaderisasi Instruktur. Ini memberi kemampuan bagi pelatih Mitra
Bangsa kita untuk membangun kredibilitas sebagai Ahli Materi Pelajaran dan
memungkinkan NAVSCIATTS untuk menerima, membangun
dan melakukan kritik serta berbagai pelatihan berikutnya.
Pada sebuah kesempatan Gus (Robert Gusentin) mengajak para peserta
SLIC untuk meninjau beberapa program pelatihan yang sedang dilakukan di
NAVSCIATTS. Diantaranya adalah pelatihan yang diberikan untuk “para pelatih” (train
to trainers), pelatihan untuk para operator (komunikasi) dan pelatihan
Perwira Komando operasional (lapangan). Peserta pelatihan pada umumnya dari
berbagai negara di dunia, namun kali ini peserta didatangkan dari Amerika Latin.
Para pelatihnya menggunakan bermacam-macam Bahasa pengantar. Kebetulan pada
saat kami melakukan peninjauan, instrukturnya ada yang berbahasa Inggris dan
Portugal (Mengingat kebanyakan negara Amerika Latin merupakan bekas jajahan
Portugal). Penggunaan Bahasa Inggris sebagai Bahasa pengantar dikhususkan untuk
kelas Internasional.
Salah satu manfaat utama pelatihan yang dilakukan dengan
NAVSCIATTS adalah membangun hubungan (network). Membangun
komunikasi dengan para alumni dengan staf terkait masalah profesional, seperti teknologi yang
berkembang atau menyajikan kesempatan pelatihan. Kemampuan untuk menyediakan
pelatihan lintas mata kuliah juga memberikan kesempatan pelatihan yang tak
ternilai dalam pembentukan hubungan (jaringan / network). Pelatihan in-resident memberi kesempatan kepada
siswa untuk menjalin jaringan dan bersosialisasi dengan profesional Security
Force lainnya dari seluruh dunia. Hal
ini tentu saja disamping menawarkan kemampuan untuk membentuk ikatan profesional
dan pribadi yang menjangkau seluruh samudera dan benua, juga NAVSCIATTS akan
terus membantu membentuk jaringan dalam kerjasama
memerangi terorisme (counter terrorism), counternarcotic dan counter
human trafficking di lingkungan global.
Seleksi Personil Polri untuk pengembangan kapasitas ke
luar negeri
Secara umum berbagai proses seleksi yang dilakukan, patut dipertimbangkan bahwa untuk mengikuti
penugasan
internasional khususnya pengembangan
kapasitas, maka diperlukan agen-agen Polri yang memiliki kapasitas dengan latar
belakang sesuai dengan alam praktek, tugas pekerjaan dan memahami kebudayaan dari negara dimana pelatihan dilaksanakan. Struktur, dalam hal ini bidang pengembangan kapasitas (Bangtas) atau Sumber Daya Manusia (SDM) Polri, perlu mempersiapkan dengan berbagai penjelasan tentang pelaksanaan penugasan pelatihan tersebut
secara
rinci dan lengkap. Penjelasan harus termasuk juga tanggung jawab selama penugasan, termasuk kemampuan bernegosiasi dengan para instruktur dan peserta dari negara lain, etika kerja yang berlaku secara internasional dan berbagai reaksi terhadap etika, moral dan masalah
personal, seperti masalah keyakinan beragama (belief), kebebasan individu dan lain sebagainya. Sebagian besar dari
kompetensi ini dapat dikategorikan baik sebagai kemampuan terhadap penyesuaian
kebudayaan maupun keterampilan berkomunikasi.
Beberapa hal positif dan keuntungan yang bisa diperoleh dengan
memiliki pengalaman belajar di luar negeri antara lain; meningkatkan kemampuan
akademis, meningkatkan kemampuan berbahasa asing, mengerti budaya baru,
Menambah karakter intelektual, kemampuan Inisiatif dan kemandirian. Bertemu
dengan orang baru, tempat baru, dan ide baru disamping menuntut kemandirian
untuk mampu menunjukkan jati diri sebagai pribadi maupun duta bangsa, juga
menghasilkan berbagai keuntungan ditinjau dari berbagai sisi yaitu sebagai
berikut:
a.
Ilmu pengetahuan, maka belajar di luar negeri akan menggali langsung dari
referensi induknya dengan bahasa asli penulisnya. Hal ini setidaknya akan
membuka peluang untuk memperdalam orisinalitas ilmu dan ketajamannya.
Dengan mengembangkan kapasitas di luar negeri kita bisa
mendapatkan banyak buku referensi yang belum tentu ada di negeri kita. Begitu
pula dengan jurnal-jurnal terbaru untuk mengembangkan ilmu yang tidak kita
dapatkan pada perpustakaan di tanah air.
b.
Rujukan sumber ilmu selain referensi juga para dosen atau bahkan penulis
buku-bukunya langsung, kita memiliki peluang-peluang untuk langsung berdiskusi,
tanya jawab bahkan berguru langsung pada ilmuwan kelas dunia secara lebih
terbuka yang tentu sangat jarang ditemukan di dalam negeri.
c.
Segi pengembangan ilmu, pengembangan kapasitas di luar negeri menyediakan
banyak sekali diadakan seminar keilmuan, kajian dan diskusi yang umumnya gratis
(free facilities). Sementara di negeri kita umumnya sebuah seminar
keilmuan atau apapun seringakali memasang tariff dan hasilnya berhenti
di seminar itu saja.
d.
Kemampuan Bahasa asing, maka dengan mengikuti pengembangan kapasitas di luar negeri
kita mempunyai peluang yang sangat besar untuk mengasah bahasa asing kita. Di
Barat dengan bahasa Inggris, Jerman atau Perancis, di Timur Tengah dengan
bahasa Arabnya di China dengan Bahasa Mandarin. Hal ini tentu saja sangat
membantu dalam perkembangan kapasitas keilmuan selanjutnya. Tidak perlu
bersusah-susah mengikuti berbagai kursus Bahasa asing, secara otomatis dengan
tinggal di luar negeri kita bisa mempraktekkan bahasa asing secara langsung.
e.
Pengembangan jaringan, bahwa dengan mengikuti pengembangan kapasitas di luar
negeri maka selain mempunyai pengetahuan dan pengalaman internasional, juga
secara otomatis akan memiliki aset lain berupa jaringan (network).
Mungkin dengan sesama warna negara lainnya dan tentu saja dengan peserta dari negara
lain. Dalam berbagai kesempatan hal itu dialami oleh banyak orang, bertemu
dengan sahabat baru dari negeri sendiri dan menjadi jaringan yang menguatkan
rasa kebersamaan hingga persaudaraan. Perasaan senasib sepenanggungan tersebut
bisa berbuah jaringan yang kuat di tanah air.
f.
Konsentrasi belajar, semestinya lebih mendukung. Ia tidak perlu lagi disibukkan
dengan masalah keluarga, masyarakat atau berita-berita mengkhawatirkan yang
terjadi di tanah air. Bukan bermaksud apatis, bahwa dewasa ini kemajuan media
sosial sangat menguras energi pikiran dan konsentrasi manusia di belahan dunia
manapun. Dengan mengikuti suatu program pelatiha di luar negeri, kita dituntut
untuk selalu tampil prima, jika tidak kita akan memalukan diri sendiri dan
bangsa di ajang pelatihan internasional tersebut.
g.
Finansial, jelas bagi personil Polri bahwa mengikuti pelatihan di luar negeri
selain didukung oleh anggaran dinas berupa “uang perjalanan dinas” (Jaldis),
beberapa program sponsor selain menanggung berbagai biaya perjalanan
(transpormasi, seperti pesawat dan kendaraan lokal), juga menanggung akomodasi
dan bahkan memberikan uang saku selama pelatihan dengan besaran yang berbeda.
Namun dari semua hal tersebut, keuntungan yang diperoleh dari semua sisi diatas
tidak bisa digantikan dengan nominal finansial.
Manfaat dan pembelajaran
Banyak
manfaat dan pelajaran yang diperoleh dari pengiriman agen-agen Polri untuk
mengikuti kursus-kursus internasional seperti ini, baik manfaat bagi agen
pribadi maupun struktur Polri secara umum. Walaupun pada kursus yang
diselenggarakan oleh NAVSCIATT ini tidak secara khusus membahas masalah-masalah
kriminalitas internasional dan penanganannya secara hukum internasional (international
legal law), namun pada akhirnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa pentingnya
kerjasama antar semua elemen keamanan akan sangat membantu terwujudnya keamanan
negara secara global.
Kehadiran
agen-agen kepolisian (Polri) dalam pelatihan di NAVSCIATT merupakan kebijakan
Pemerintah Amerika Serikat untuk membangun jaringan antara militer dan
kepolisian (military and police) di masa-masa mendatang. Sementara bagi
Polri, program pelatihan NAVSCIATT merupakan model kerjasama pengembangan
kapasitas lintas sektoral yang harus dilakukan sebagai suatu bentuk sinergitas
antar institusi keamanan.
No comments:
Post a Comment