Mas Bambang Tri,…nyaris sebagai “agen” KKB-Timika
Saya mengenalnya sebagai
“bintara remaja Polri” di penghujung tahun 1998 saat bertugas di Polres Mimika
dan selalu memanggil dengan nama depannya “Mas
Bambang” saja, sedangkan nama lengkapnya adalah Bambang Triatmoko. Dari data personil yang diperoleh, Bambang
dilahirkan dari pasangan F. Srijadi
dan M. Warsini pada 21 November 1974.di
Giriwondo, Surakarta, Suami dari Enggarika Wijayanti ini memiliki pribadi yang hangat,
terbuka, dan mudah bergaul serta ringan tangan (suka menolong). Ayah dari Yudha
Wastu B. Eko Putra ini orang yang super supel, sehingga membuatnya sangat mudah
diterima oleh masyarakat di tempatnya saat ini bertugas, yaitu Kwamki Narama,
Mimika.
Dan kini, setelah
terpisah lebih kurang 20an tahun, sebagai agensi pada penugasan “Binmas Noken
Polri” ini, saya berkesempatan mengenal lebih dekat pribadi Mas Bambang Triatmoko.
Menurutnya, keinginan dan harapannya di awal penempatan tugasnya adalah Polda
Metro Jaya. “Kebetulan waktu
itu saya mendaftar di Polda Metro Jaya, jadi sangat bermimpi dapat bertugas dekat dengan Monas, tetapi kenyataan hidup ternyata menghendaki lain, karena kebetulan waktu itu penerimaan anggota Polri cukup banyak untuk mengisi Polres-Polres di daerah pemekaran Papua dan juga ternyata pendidikan pembentukan saya bukan di Jakarta atau Bandung, tetapi di Ujung
Pandang yaitu SPN (Sekolah Polisi Negara) Batua
Raya, Makassar.”
Mas Bambang yang
memiliki hobi olah raga bulu tangkis ini, pada awalnya terkaget-kaget ketika
mengetahui dirinya ditempatkan bertugas di Polda Papua, tepatnya di Kabupaten
Mimika. Terdapat stigma pada pikirannya bahwa di Papua masih terdapat suku
kanibal. Namun stigma tersebut berangsur hilang karena sesampainya di Timika,
dia dan rekan-rekannya langsung ditempatkan atau menginap di Hotel Serayu.
Baginya di mana ada penginapan sekelas hotel, berarti bahwa Timika tidaklah
seperti yang dipikirkannya.
Terkait jalan
kehidupan yang menjadikannya sebagai anggota Polri, Mas Bambang sambil tersenyum menuturkan, “yang pasti, Tuhan itu punya
rencana lain, mungkin kebetulan karena saya orang Kristen
dan di Papua itu kebanyakan orang Kristen,
sehingga saya didekatkan dengan orang Kristen. Walaupun pada kenyataannya di Papua
orang Kristen banyak tetapi perilakunya belum Kristen.” Perilaku belum Kristen yang
dimaksudnya adalah bahwa sebagian besar masyarakat Papua yang dikenal secara
pribadi, jarang terlihat mengikuti ibadah di gereja tiap hari Minggu. Sebagai
seorang anggota polisi, Bambang menilai bahwa secara kualitas tindakan kriminal
di Papua khususnya di Mimika masih tinggi, seperti mabuk-mabukan dan tindak
kekerasan serta pencurian. Sehingga keputusan Tuhan atas penempatan dirinya bertugas
di bumi Papua adalah untuk mengajak masyarakat Papua agar selalu ingat kepada
Tuhan dan rajin beribadah. Diyakininya, bahwa dengan ibadah yang kuat akan berdampak
pada menurunnya kasus kriminal yang terjadi di masyarakat Papua.
Dalam perjalanan
pengabdiannya, Mas Bambang sudah bisa merasakan berbagai keunikan orang asli
Papua. Satu di antara berbagai keunikan yang dimiliki orang asli Papua yang membuatnya
lebih senang bergaul dibandingkan dengan warga pendatang terutama dari Jawa
adalah rasa kasih dan loyalitas yang tinggi. Hal ini membuatnya “betah” bergaul dan mudah menyatu dengan hati
mereka. Kedekatannya berinteraksi dan berbaur dalam membangun komunikasi tanpa
batas dengan orang-orang asli Papua tersebut membuatnya “nyaris” dikira sebagai
“jaringan atau agen” dari KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) di Wilayah Timika.
Namun Bambang
berpendapat, bahwa dibalik tingkat loyalitas yang tinggi tersebut, juga tersimpan
pemicu atas sering terjadinya perang antar suku, khususnya antara suku Dani,
Damal, Moni dan Amungme di Timika. Selama bertugas di Kabupaten Mimika, perang
suku yang terjadi ini tidak lain disebabkan atas rasa loyalitas yang begitu
tinggi pada orang asli Papua. Padahal pemicunya karena masalah pribadi, dan
karena orang asli Papua sangat mengutamakan kebersamaan kelompok (koloni atau
komunal), tak jarang menyebabkan permasalahan pribadi dijadikan masalah
kelompok. “Dalam perilaku orang Papua
ini, mereka selalu mengutamakan kebersamaan yang di dalamnya ada kasih, sehingga masalah orang
lain pun dijadikan masalah suku,” ungkapnya. Saya sepaham dengan pandangannya, bahwa sebagian besar
masyarakat Papua hidup secara komunal (community),
khususnya di wilayah pegunungan tengah Papua.
Terkait
bergabungnya dengan Satuan Tugas Binmas Noken, pada awalnya sempat terkejut, karena
bukan personil Bagian Pembinaan Masyarakat (Binmas) melainkan pada penyediaan
logistik berupa penyediaan perbekalan angkutan, sarana, dan pra-sarana
(sarpras). Seiring dengan peran dan tugasnya dalam Satgas Binmas Noken pada
saat wawancara tanggal 6/7/18, masih mencoba memahami program-programnya, yaitu
peternakan ayam, peternakan babi, dan program “Polisi Pi Ajar di Sekolah,” Kini
setelah benar-benar memahami, Mas Bambang pun bangga karena turut ambil bagian
dalam tugas yang menurutnya sangat mulia tersebut, seperti pemberian edukasi kepada
anak-anak korban konflik antarsuku agar mereka yang menjadi korban tidak trauma,
juga bertanggung jawab mengawasi proyek Pusat Pelatihan Binmas Noken, berupa
pengembangan dan pembiakan babi di Petrosea Dalam, Timika. Hal tersebut menjadi
tantangan tersendiri baginya untuk dapat bertindak dan berbuat secara profesional
dan bertanggung jawab.
Baginya, pengalaman
bertugas di Binmas Noken merupakan pengalaman yang begitu menyenangkan dan
membanggakan. Menurutnya, di Binmas Noken bergabung dengan orang-orang hebat
dan membuatnva dapat belajar banyak hal sehingga keinginannya untuk “membantu
orang-orang Papua mengubah mindset-nya serta cara hidupnya untuk lebih
sejahtera dan mandiri” dapat terwujud. Filosofi hidupnya adalah “Ojo
Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman”,
yang dimaknainya sebagai “jangan terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk
memperoleh kedudukan, kebendaan, kedudukan duniawi.” Sebuah filosofi kehidupan
yang membuatnya menjadi pribadi teguh dan komitmen terhadap sebuah pengabdian,
kepada negara dan masyarakatnya di Timika, Papua.
Terima kasih Mas Bambang
Trimoko, saya begitu bangga bisa belajar menjadi pribadi yang teguh,
menyenangkan, ramah dan murah senyum. Semoga Tuhan memberkati kita semua dalam
usaha dan upaya menebar kebaikan bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa
khususnya di tanah Papua.
DERS, 10/14/18
No comments:
Post a Comment