Babi berjaket di Pagaleme
Oleh; Eko SUDARTO[1]
Cerita ringan ini
berawal di Sabtu sore (20/10/2018) selesai makan siang di “warung barokah”
bersama beberapa PerwIra dan anggota Polres Puncak Jaya dan anggota Binmas
Noken. Saya memutuskan untuk melaksanakan peninjauan ke beberapa spot ternak
Babi di Kabupaten Puncak Jaya. Hal ini menginggat esoknya adalah hari Minggu
dan di beberapa wilayah Pegunungan Tengah, hari tersebut ditetapkan sebagai
hari ibadah dan libur dari aktivitas perekonomian, seperti perdagangan maupun
kegiatan terkait pekerjaan.
Binmas Noken
membangun 3 (tiga) spot di wilayah ini. Namun sore itu, karena terus diguyur
hujan dan hari sudah menjelang malam, kami merencakanan mengunjungi 2 (dua)
spot saja. Peninjauan pada Spot pertama di Kampung Trikora, Mulia dan spot
kedua di Kampung Pagaleme. Puncak Jaya merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
Wamena yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Puncak jaya memiliki medan berlembah-lembah
dan ketinggian diantara 500 sampai dengan 2400 meter di atas air laut. Dan yang
paling unik adalah landasan bandaranya yang “atraktif” (tidak datar, tapi menanjak ekstrim) dan hanya bisa
disinggahi oleh pesawat jenis caravan
atau twin otter dengan kapasitas
penumpang 12 (dua belas) sampai dengan 15 (lima belas) orang saja.
Dengan beriringan
menggunakan 3 (tiga) kendaraan semi truck dinas milik Polres Puncak Jaya,
perjalananpun tiba di Spot Peternakan Babi, Kampung Trikora. Dari jarak sekitar
100 meter di pinggir jalan terlihat kandang khas ciptaan Binmas Noken unit
pertaniannya Pak Yosep Goran dengan cat berwarna Merah Putih. Seorang Mama
nampak membawa ember sedang berada di kandang tersebut. Pastinya sedang memberi
makan babi-babi yang baru beberapa hari diterimanya dari Binmas Noken. “Amole,
wa wa wa… “, salam khas orang pegunungan, khususnya suku Dani membuka
percakapan kami.
Tak ayal, dalam
waktu singkat kedatangan kami yang tidak direncanakan tersebut mengundang
perhatian warga di sekitar kandang untuk bergabung. Memang adat kehidupan
bermasyarakat pada Suku Pegunungan
Tengah secara umum adalah komunal atau hidup berkelompok. Hal tersebut masih
melekat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat dewasa ini. Pada hampir setiap
kampung di Pegunungan Tengah dipimpin oleh Kepala Suku dan sekaligus Kepala Kampung.
Mekanisme penetapan mereka sebagai Kepala Suku ditentukan secara adat atau turun
temurun, sementara pemilihan Kepala Kampung berdasarkan kesepakatan dari warga
dan Perangkat pemerintahan desa setempat, pada umumnya Kepala Kampung diangkat
mereka yang dianggap bisa fasih berbahasa Indonesia dan bisa membaca serta
menulis.
Percakapan kami
dengan Kepala Suku dan Kepala Kampung serta warga di Spot Peternakan Babi di Kampung Trikora mengalir
hangat dan positif. Harapan dan saran ditujukan kepada Binmas Noken untuk terus
membantu dan memberikan bimbingan bagi warga dalam beternak Babi. Kesenangan
dan kebahagiaan nampak di wajah 2 (dua) orang Mama-mama, karena selain diberi
Babi 10 (sepuluh) ekor bagi setiap kelompok warga, juga diberi pelatihan selama
3 (tiga) hari. “Iyo, Bapak…kita senang
dapat pelatihan. Jadi kita tahu cara rawat Wam (Babi) supaya tetap baik dan sehat”,
tegasnya.
Sekitar 1 (satu)
jam di lokasi peninjauan spot pertama, kami bergeser ke lokasi spot ternak Babi
berikutnya di Kampung Pagaleme. Jarak
yang ditempuh dari lokasi Kampung Trikora ke Kampung Pagaleme tak lebih dari 15
(Lima Belas) menit. Tata, anggota Binmas Noken yang membawa kami mengatakan
bahwa tidak terlalu sulit untuk menghafal jalan-jalan di Puncak jaya ini. “Kota-nya cuma segaris nanjak saja, Komandan”, Imbuh
Achmad yang pernah “nge-pos” sebanyak
4 (empat) kali di Puncak Jaya sebagai anggota Brimob.
Setiba di lokasi
Spot ternak Pagaleme yang letaknya lebih tinggi dari Kampung Trikora, saya
langsung menuju kandang Babi. Seorang laki-laki setengah tua telah ada disana sedang
memberi makan pada babi-babi tersebut. Penasaran melihat sibuknya Bapak itu,
yang kemudian diketahui bernama Simon, saya melihat satu-persatu Babi yang
dipisahkan dalam kandang yang diberi sekat-sekat. Ukuran kandang Binmas Noken
adalah 1,8 Meter X 11 Meter, yang keseluruhannya saat ini berjumlah 27 (dua puluh tujuh) dan tersebar lokasinya di
10 (sepuluh) kabupaten Pegunungan Tengah.
Tak ubahnya seperti
pada lokasi pertama, masyarakatpun datang berkumpul di spot ternak Pagaleme. Sambal
ngobrol dengan Kepala Kampung, tiba-tiba saya terusik saat, Pak Marthen Luther
(Kabag Sumda Polres Puncak Jaya) bertanya pada Bapa Simon. “Bapa,…itu sapa pu
jaket baru untuk bikin apa?”, sambal tetap bekerja mengangkat air, Pak Simon
dengan cepat menjawab, “Ahhh,…itu jaket sa puna. Kemarin itu Wam mengigil, jadi
sa kasih jaket biar hangat”.
Mendengar
jawaban spontan Bapak Simon tadi, kami yang berada di lokasi tertawa penuh haru
berkecamuk tanya. Namun tidak dengan masyarakat disitu, sebagian besar mereka
hanya tersenyum lebar dan wajah senang nampak terpancar. Rasanya tidak ada yang
janggal atau salah dengan pikiran dan tindakan Bapak Simon tadi. Saya hanya
berfikir, bahwa begitu besar cinta, sayang dan tanggung jawab Pak Simon
terhadap Babi-babinya tersebut, sehingga rela menggorbankan jaketnya. Saya
melihat dan merasakan logika sederhana Pak Simon dan masyarakat di Puncak Jaya, wow...Aussie friends say, KISS.
---- Selamat
bertugas di Puncak Jaya, Adinda Kapolres AKBP Ary Purwanto…”Segayung penuh
perjuangan”.