Binmas Noken:
“Kearifan Lokal Dalam Pemberdayaan Masyarakat Papua”
Oleh; Eko
SUDARTO[1]
Tulisan santai ini menguraikan pandangan
dan pengalaman, baik sebagai pribadi (agen) maupun personil Polri (agensi) yang
berada di “Surga Kecil yang jatuh ke bumi”, yaitu Papua. Tentu banyak pendapat
subyektif yang semua itu dilatarbelakangi kekaguman dan ketakjuban karena
kebesaran Illahi untuk tanah ini. Karenanya perlu kebijaksanaan pembaca dalam
menyikapinya. Mari tong baca sudah…
Lamunan Di Atas Awan
“Sa
so rasa Papua ni macam sapu tanah
kelahiran”, lamunanku melayang. Terbayang, bahwa keragaman sosial budaya Papua
menjadi melting pot kekayaan
Indonesia. Selain memang unik luar biasa, kekhasan bumi
Papua dipenuhi oleh sejuta pesona, baik kebudayaan tradisionalnya maupun
kekayaan alam yang nggak ternilai
harganya. Tak melulu soal emas di Tembagapura atau kabarnya juga uranium, tanah
Papua juga sangat kaya akan keanekaragaman flora
dan fauna-nya. Saya yakin dan percaya
bahwa masih terdapat banyak sumber daya, suku bangsa, jenis hewan dan tumbuhan
di sini yang belum teridentifikasi.
Saya tersadar saat berada diantara awan
putih yang menyilaukan pada ketinggian diatas 23.000 feet. Tersadar dalam penerbangan
dari Puncak Jaya menuju Timika pada Senin, 22 Oktober 2018. Terbang kali ini
dengan pesawat jenis Pesawat Cessna Grand Caravan EX yang memiliki daya angkut 12 (dua belas)
penumpang atau sebesar 1,350 kg. Entah sudah berapa kali saya melakukan
penerbangan dengan pesawat kecil sejenis ini selama operasi ini berlangsung.
Teringat
pada petugas bandara yang memberitahukan, bahwa “Biasa jadwal pesawat ke Timika
hari Selasa, tapi kebetulan ada pesawat “carteran”
naik dari Timika, jadi dong bisa bawa penumpang balik ke Timika”, demikian
penjelasan petugas di bagian cargo Bandara Puncak Jaya. Dan benar saja, pesawat dengan kapasitas 12
(dua belas) sampai 16 (enam belas) orang tersebut hanya ditungangi 6 orang,
termasuk kru pesawat. Terlalu seru untuk dituliskan perjalanan tersebut.
Terbang antar kabupaten di Wilayah
Pegunungan Tengah Papua menjadi suatu hal yang tak terelakkan sejak April 2018
lalu. Penerbangan merupakan sarana utama di Papua, karena akses jalan darat
belum sepenuhnya mampu menghubungkan antar satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Penerbangan dari dan ke Timika, Jayapura, Wamena menembus pegunungan Lanny
Jaya, Yahokimo, Nabire, Mulia Puncak Jaya hingga Ilaga, Puncak. Sasaran
berikutnya tentu Pegunungan Bintang dan Paniai. Beruntung “journey” dan melihat lokasi baru merupakan satu aktivitas yang
menyenangkan.
Penugasan kali ini membawa nuansa
berbeda, sangat spesial karena selain
merasa “matang” sebagai seorang anggota Polri, juga exiting karena memiliki ketertaikan luar biasa untuk kembali
bertugas di Papua.
Jika flassback sedikit, saya mengawali tugas sebagai Perwira Remaja
Polri di Merauke tahun 1992, kemudian berpindah sebagai Kapolsek di Dok. 8,
Jayapura Utara, kemudian beberapa saat bertugas di Bidang Operasi Polda Papua
(Irian Jaya saat itu), bergeser sebagai Kepala Bagian Operasi di Polres Mimika
di tahun 1998 dan mengemban tugas sebagai Kasat Sabhara di Polres Sorong di
tahun 1999, hingga akhirnya menempuh pendidikan pengembangan ke PTIK (Perguruan
Tinggi Ilmu Kepolisian) di Jakarta. By
the way, saya tidak ingin berlama-lama bernostalgia dengan mengenang
perjalanan karier tugas tersebut.
Bertugas dalam kapasitas agensi sebagai
Kepala Satuan Tugas Khusus (Kasatgassus) Binmas pada Operasi Khusus Papua 2018
ini merupakan “anugerah Allah SWT” buat saya. Betapa tidak, Pimpinan Polri
mengalokasikan budget anggaran yang begitu
besar kepada Satgas Binmas Noken untuk membantu mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di Papua. Tentu rasa syukur atas kebesaran Illahi yang memberikan
Polri seorang Pemimpin (Kapolri) yang peduli dan atensi pada bumi Cendrawasih
ini.
Konsep
Besar Pemikiran Kapolri
Jenderal Polisi Prof. Tito Karnavian, PhD, sebagai
Kapolri dalam pernyataannya menyatakan bahwa perubahan citra dengan cara kerja
professional di iklim demokrasi harus dipedomani. Kebijakan yang membentuk
Polri memiliki Profesionalisme, Modern dan Terpercaya (Promoter) bermakna
dukungan penuh terhadap pencapaian masyarakat madani. Implementasi akademik
dari kebijakan tersebut tertuang dalam bukunya, yang berjudul “Democratic policing”. Konsep “Democatic Policing” merupakan komitmen
Polri untuk mengawal keseimbangan antara ketertiban publik dengan Hak Asasi
Manusia dalam mengisi pembangunan.
Sebagai
seorang akademisi dan pimpinan tertinggi institusi Kepolisian Republik
Indonesia saat ini, Bapak Kapolri memiliki konsep besar dalam membantu
penyelesaian masalah-masalah di Papua. Hal ini bukan saja terkait kedua
kapasitas tersebut, namun karena hati dan pikiran beliau terlanjur “mencintai”
tanah Papua, apalagi dengan riwayat penugasannya sebagai Kapolda ke-24 (Periode
2012 s/d 2014). Masalah Papua adalah masalah yang serius bangsa yang memerlukan
penanganan sinergis dan simultan dari semua elemen pemerintahan dan lembaga. Secara
sederhana beliau mengidentifikasikannya menjadi 3 (tiga) substansi pokok permasalahan
di Papua, yaitu masalah marginalisasi, genosida dan masalah hak asasi manusia. Ke-3
masalah tersebut masih meninggalkan luka mendalam pada masyarakat Papua dan
perlu proses panjang mengobati luka tersebut.
Terhadap
masalah-masalah marginalisasi dan genosida, sangat sulit ditemukan saat ini di
belahan dunia manapun, apalagi di Papua. Namun masalah HAM sangat memungkinkan
terjadi jika aparat tidak memiliki komitmen kuat dalam menjalankan
tugas-tugasnya. Karenanya, para pengiat HAM dan rakyat Papua yang berseberangan
pendapat dengan keutuhan negara, senantiasa mencari celah untuk menjadikan
isu-isu tersebut ditarik ke ranah internasional. Menghadapi situasi tersebut,
kebijakan Kapolri untuk masyarakat dan rakyat Papua adalah “to win the heart and mind”. Lalu bagaimana
menerjemahkan pemikiran besar Kapolri tersebut?
Polri,
memiliki fasilitas yang berfungsi membangun interaksi dengan masyarakat melalui
metode soft approach, yaitu Fungsi
Binmas. Soft approach atau soft Power berfungsi sebagai jalan
untuk mengubah persepsi kebencian aparat Polri.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara membangun komunikasi berupa
dialog-dialog interaktif. Mekanismenya dapat dilakukan dengan cara
menjaga tindakan dengan strategi-strategi yang cenderung bergerak pada arah
tindakan non fisik sebagaimana pendapat Joseph
S. Nye.
Polisi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dengan
fungsi sebagai “teman masyarakat”, agen pencari solusi keadilan, menghormati
kearifan lokal, agen penjaga persatuan, dan penindak pelanggaran hukum dengan cara-cara
yang lebih manusiawi (soft approach). Hal
ini selaras dengan mawrah tugas kepolisian di berbagai belahan dunia (universal), yaitu community policing, democractic policing, serta community development.
Konsep
Binmas Noken berawal dari keinginan kuat dari Brigadir Jenderal Hery Nahak selaku
Kepala Operasi khusus ini untuk menganti konsep Binmas Pioneer, agar lebih membumi (local
wisdom). Maka diskusi pencarian namapun tak dapat dihindarkan. Terkadang ada
Kaka Mathius Fakhiri, Kaka Patrige Renwarin, Ade “Pajero” atau Rontini, Ade
John Isir, Ade Afred Papare, Ade Semi dan anggota Satgas lainnya. Tak terhitung
berapa kali pertemuan dilakukan, walaupun materi pertemuan bukan sekedar
mencari konsep “nama” yang pas untuk Satgas Binmas, namun pada setiap pertemuan
selalu menjadi bahan diskusi. Tak lepas, MOP (joke-joke khas Papua) senantiasa mewarnai setiap pertemuan. Ada banyak
usulan nama-nama, seperti Cendrawasih, Matoa, Honai, dan lain-lain, namun dirasakan
belum juga sesuai dengan selera dan harapan. Hingga pada satu kesempatan,
ditemukan satu kata yang bisa melekat cocok dan “pas”, yaitu Noken. Makna Noken
tentu menjadi bahasan tersendiri pada tulisan ini.
Kembali
kepada sejarah awal, apa itu Binmas Pioner? Dalam pandangan saya, konsep Binmas
Pioner yang dibentuk pada era tahun 1991 oleh Kapolda Papua pada saat itu,
yaitu Bapak Hindarto dan dikembangkan dengan kebijakan dan implementasinya oleh
Bapak Muharsipin (Alm). Konsep Binmas Pioner esensinya adalah membangun
interaksi petugas Polri yang telah dibekali kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan
untuk membantu masyarakat dengan memberikan contoh atau sebagai pioneer di lingkungannya bertugas.
Bentuk-bentuk kemampuan tersebut adalah pertukangan, pertanian, perkebunan,
peternakan maupun perikanan. Bahkan Pak Muharsipin membangun suatu wilayah di
daerah Arso (Polres Keerom kini), yang diberi nama “Latram (Latihan
Ketrampilan) Binmas Pioneer”. Di lokasi tersebut, anggota Polda Papua diberikan
pelatihan, pembekalan dan ketrampilan sesuai keperluan. Alhasil, saya mengikuti
3 (tiga) kali pelatihan tersebut dan pernah memiliki lahan (spot) atas nama Polsek Jayapura Utara. Dengan
kemampuan tersebut, anggota Polri bisa membantu masyarakat di lingkungannya.
Sementara
konsep Binmas Noken adalah interaksi Polri langsung memberikan bantuan dan memberdayakan
masyarakatnya. Dengan demikian Sumber daya menjadi begitu penting dalam hal ini.
Maka political will Pimpinan Polri
menjadi kuncinya. Program Binmas Noken ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs), memfasilitasi
pengajaran dan melakukan pendampingan kepada masyarakat. Bentuk-bentuk kegiatan
yang digelar pada prinsipnya adalah, sesuai kebutuhan, kebiasaan, sederhana
(tidak rumit) dan tidak terlalu lama. Adapun wujud kegiatannya seperti bertani,
berkebun, beternak dan mengajarkan anak-anak dengan metode “trauma healing”. Sasaran akhirnya adalah
masyarakat produktif dengan aktifitas pemenuhan kesejahteraan mereka dan tidak
lagi berfikir membangun ideologi yang berlawanan dengan NKRI.
“NOKEN”,
simbol kearifan lokal
Noken, bagi orang di luar Papua mungkin
ada yang tidak tahu dan memahami, baik secara harfiah maupun filosofinya. Secara
harfiah noken merupakan kantong
atau tas secara tradisional khas Papua. Noken ada yang terbuat dari bahan alami, seperti tumbuhan (kulit kayu, bunga anggrek, dll), namun juga sudah banyak terbuat dari
bahan-bahan modern. Noken telah menjadi salah satu kerajinan tangan khas
Papua. Konon
keahlian membuat noken ini didapatkan mama-mama dari para misionaris jaman
Belanda. Kebiasaan yang terus mereka jaga hingga hari ini. Hingga saat ini
masih dijumpai dengan mudah mama-mama yang sedang bersantai, bercengkerama
sambil menganyam noken.
Kaum
pria biasanya memakai noken ukuran kira-kira A-4 dan diselempangkan di bahu
atau bahkan para ondo-afi (kepala
suku) mengenakannya di depan. Secara filosofi, noken dimaknai sebagai wadah
atau tempat untuk menampung segala aspirasi, usulan, keluhan, permasalahan
warga masyarakat untuk dicarikan solusinya. Sementara kaum perempuan biasanya
menggunakan noken yang lebih besar yang diletakkan di bagian belakang dengan
tali yang dikaitkan di kepala untuk menenteng bawaan Biasanya hasil kebun (sayuran,
umbi-umbian), kayu, anak babi bahkan anak mereka.
Membawa beban seberat itu sampai berkilo-kilo meter dengan jalan kaki. Bayangkan
betapa kuatnya leher dan kepala mama-mama itu. Kalau noken kecil isinya
biasanya hanya keperluan sehari-hari termasuk “sirih pinang”, sedangkan tas noken
yang lebih besar isinya bisa sangat beragam, disitulah Noken bermakna sebagai
“kehidupan”.
Harga
sebuah tas noken ini beragam, tergantung dari bahan dasarnya. Noken kecil dari
bahan benang moderen harganya antara Rp.100 ribu hingga Rp.150 ribu. Sedang
noken besar bisa mencapai harga Rp. 300 ribu. Noken dari bahan serat kayu
harganya jauh lebih mahal, apalagi bahan yang terbuat dari batang anggrek.
Ukuran kecil harganya mencapai Rp. 1 juta hingga Rp. 3 juta untuk ukuran besar.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa
alasan kuat yang menjadikan “noken Papua” diterima dan diakui serta disahkan oleh
UNESCO
(United Nations of Educational, Scientific, and Cultural
Organization)
sebagai warisan dunia karena
terancam globalisasi dunia. Noken juga terancam punah dan mendesak untuk
dilindungi, karenanya perlu
dilestarikan dan dijaga sebagai suatu budaya turun temurun dari leluhur. Noken akhirnya
lulus nominasi warisan budaya tak benda yang sudah diakui dan disahkan oleh
UNESCO sejak 4 Desember 2012 di Paris, Perancis.
Dengan
penjelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa Binmas Noken sebenarnya
memiliki tugas besar yang harus diemban. Tidak bisa sekedar menjalankan
proyek-proyek interaksi Polri-Masyarakat saja, namun lebih dari itu, perlu
bekerja didasari oleh ketulusan hati. Sebagaimana pesan Bapak Kapolri, to win the heart and mind maka bekerja
dengan hati tulus dan pikiran sehat menjadi modal bagi personil Binmas Noken
Polri. Personil Binmas Noken Polri pada tahun pertama (2018) berjumlah 40
(empat puluh) orang yang tersebar di 9 (Sembilan) wilayah Polres. Sementara di
tahun 2019 ini, personil Binmas Noken Polri berjumlah 81 (delapan puluh Satu)
orang yang tersebar di 11 (sebelas) wilayah Polres.
Implementasi
program Binmas Noken Polri
Binmas Noken Polri, dituntut untuk
mampu mengimplementasi konsep “soft approach”
untuk “to win heart and mind”
masyarakat Papua, khususnya di Pegunungan Tengah. Dengan berbekal wawasan,
pengalaman dan pengetahuan tentang konsep “community
policing”, serta dukungan para pakar, seperti Prof. Hermawan “Kikiek”
Sulistyo (Sahli Kapolri), Prof. Bambang Shergi (UI), Dr. James Riyadi (CSIS),
Dr. Adriana Elizabeth (LIPI), Dr, Djuni Thamrin
(UBJ), Dr. Marcel Pandin dan banyak lagi agen maupun agensi yang
mendukung operasionalisasi Binmas Noken ini. Hal lain yang senantiasa harus
dibangun adalah kerjasama antar Satgas dalam Operasi Nemangkawi dan tentu saja membentuk
soliditas personil Binmas Noken.
Para pakar dan ahlitersebut mendampingi
praktek dan interaksi Binmas Noken di lapangan dalam implementasi “nyata” untuk masyarakat, khususnya di
Pegunungan Tengah Papua. Mereka semua terlibat aktif memberikan pendapat dan
pandangan terhadap seluruh program dan agenda yang tergelar. Secara sederhana, kegiatan Binmas Noken yang bersifat fisik bangunan
dan non fisik.
Kegiatan
yang bersifat fisik bangunan terdiri dari proyek-proyek berupa spot kandang
babi, spot kandang ayam, spot lebah madu, spot pertanian, spot kandang kambing,
maupun spot kandang sapi. Spot kandang babi tergelar di hampir semua wilayah
Polres, yaitu di 9 (Sembilan) Kabupaten, seperti Yahukimo, Mimika, Puncak Jaya,
Wamena, Pegunungan Bintang, Nabire, Paniai, Jayawijaya dan Nduga.
Pada
masing-masing tempat, terdapat spot kandang babi yang per-kandangnya berisi 10
(sepuluh) ekor babi. Pembagian maupun
pengaturan pengelolaan Babi-babi tersebut diserahkan melalui mekanisme diskusi
antar warga, namun personil Binmas Noken tetap menyiapkan babi, melakukan
pelatihan, bersama-sama membuatkan kandang, membantu menyiapkan pakan dan terus
melakukan mendampingi. Khusus di Timika, dibangun Pusat Pelatihan Binmas Noken
untuk peternakan Babi, yang memiliki kapasitas 100 (seratus) ekor.
Selain
ternak babi, di Kabupaten Wamena diberikan pelatihan lebah madu. Mengapa lebah
madu begitu penting? Pada sekitar awal tahun 1990-an, madu Wamena sangat
terkenal, namun akhir-akhir ini, “Madu asli Wamena” sudah jarang terdengar, karenanya
program Binmas Noken Polri membantu masyarakat Wamena untuk lebih berdaya dalam
mengelola peternakan lebah madu. Mekanismenya sama diberikan kepada para
petani, yaitu memberikan metode pelatihan dan pembimbingan. Untuk periode
kedepan, ada keinginan warga masyarakat Wamena untuk memelihara kelinci. Binmas
Noken Polri harus menjajagi harapan dan keinginan tersebut.
Khusus
di Nabire ada 3 (tiga) spot kandang sapi yang masing-masing terisi 10 (sepuluh)
ekor. Masyarakat di Nabire tinggal di dataran rendah dan bersosialisasi dengan
warga transmigran, sehingga sudah mampu beradaptasi dengan ternak selain babi,
yaitu sapi. Demikian pula dengan masyarakat di Keerom yang saat ini diberi 10
(sepuluh) ekor kambing dan masyarakat Pegunungan Bintang (Oksibil) diberi 4
(empat) ekor kambing. Dalam hal ini, pemberian kambing kepada masyarakat
tersebut dimaksudkan untuk mencoba memberikan fariasi kebutuhan akan daging
selain daging babi.
Sedangkan
di Timika, Binmas Noken Polri mecoba mengembangkan peternakan ayam kampung
super yang dalam waktu 67 (enam puluh tujuh) hari sudah bisa dikonsumsi. Spot
kandang yang dibangun ada 7 (tujun) kandang, dimana masing-masing kandang
memiliki kapasitas produksi sebanyak 1000 (seribu) ekor.
Kegiatan
bersifat fisik lainnya berupa spot perkebunan dan pertanian sementara dilakukan
di Timika dan Wamena. Hal ini mengingat budaya bertani yang dilakukan oleh
masyarakat pegunungan, berupa bercocok tanam, baru sebatas menanam umbi-umbian,
seperti talas (hipere) singkong (kasbi) maupun ubi rambat. Sistem pertanian di
bererapa wilayah di pegunungan masih perlu proses pendampingan lebih lanjut. Sedangkan
untuk tanaman jangka panjang, Binmas Noken mengandeng pengiat kopi Papua, untuk
melakukan pendampingan dalam proses pengolahan kopi.
Kegiatan
bersifat Non Fisik (Polisi Pi Ajar) adalah satu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya
mengadung trauma healing (outdoor). Kegiatan di-design berupa aktivitas yang
menyenangkan buat anak-anak, didalamnya berisi ajaran-ajaran tentang wawasan
kebangsaan, pengetahuan umum, matematika dan budi pekerti. Kegiatan Polisi Pi
Ajar ini dilakukan di semua wilayah sebaran program Binmas Noken. Selain melibatkan
tokoh-tokoh besar dalam mekanisme kegiatannya, juga menghadirkan figur-figur instruktur
maupun pelatih, baik berasal dari Papua maupun dari wilayah lain.
Dalam
perjalanannya hingga saat ini, Binmas Noken-pun akhirnya menemukan dan
membangun kebersamaan dengan barbagai tokoh setempat, ada Pak Musa di Timika,
ada Maximus Lanny di Wamena, ada Bram Maruanaya di Nabire dan banyak lagi.
Selain mereka adalah orang yang berfikiran maju, bekerja keras dan kooperatif,
mereka adalah orang-orang yang mau berubah untuk kemajuan dan masa depan lebih
baik.
Dinamika
di lapangan
Dalam
implementasi program Binmas Noken di lapangan, tentu saja terdapat banyak ekses
dari dinamika yang berkembang. Hal tersebut disamping memerlukan mekanisme
manajemen Polri, juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berkembang di
lapangan.
Secara
geografis daerah operasi atau wilayah penugasan, siapa tak mengenal Papua. Papua
adalah salah satu propinsi eksotik di Indonesia yang memiliki wilayah luas
dengan struktur geografi perbukitan dan jajaran pegunungan yang menakjubkan.
Satu hal yang pasti, bahwa transportasi antar wilayah hanya bisa ditempuh
melalui udara. Dengan jadwal yang berubah-ubah. Perjalanan darat tidak mudah
dilakukan, karena beresiko tinggi adanya gangguan keamanan, disamping belum
semua jalur darat terhubung. Hanya ada beberapa jalur darat seperti jalur trans
Wamena-Lanny Jaya yang cukup rawan penghadangan dari kelompok criminal bersenjata.
Bahkan di salah satu tikungan di Pirime, dikenal dengan “Tikungan Tito Karnavian”.
Menurut Waka Ops, Bang Sugeng Priyanto (saat itu menjabat Kasat Brimob) pada
tahun 2012 terjadi penghadangan dan penyerangan KKB kepada Kapolda Papua. Selanjutnya
jalur trans Nabire-Paniai yang sering terjadi longsor dan bahkan gangguan
keamanan. Dan tentu saja terbatasnya rest
area disepanjang ke-2 jalan trans tersebut.
Secara
khusus, terdapat beberapa hal kegiatan yang telah direncanakan di suatu daerah
tidak bisa dilaksanakan tepat waktu mengingat situasi kerawanan daerah
tersebut. Misalnya pelaksaaan kegiatan “Polisi Pi Ajar” di wilayah seperti
Puncak Jaya, Lanny Jaya, bahkan di Tembagapura.
Secara
Demografi, masyarakat tinggal dalam kelompok-kelompok kecil yang hanya terdiri
dari 2 (dua) atau 3 (tiga) kepala keluarga dalam 1 kelompok dengan jarak antar
kelompok yang cukup jauh. Hal ini selain menyulitkan untuk dijangkau, juga
tidak tersedianya sarana-prasarana jalan untuk mencapai keberadaan mereka.
Posisi rumah-rumah penduduk tersebut dapat dilihat dari atas dengan pesawat
sejenis caravan. Luar biasa
perjuangan masyarakat untuk hidup di lokasi yang jauh dari komunitas.
Pola
piker (Mindset) sebagian besar masyarakat,
utamanya di Pegunungan Tengah yang terlanjur terbuai dengan program bantuan
tunai pemerintah. Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang pernah diberikan, membentuk
perilaku masyarakat yang tidak mandiri dan cenderung bersifat menunggu
pemberian. Hal lain sebagaimana diakui pejabat Wakil Bupati Wamena adalah
budaya membuat proposal untuk pencairan dana. Masyarakat menjadi malas berupaya
dan bekerja.
Hal
lain yang dijumpai dalam perjalanan operasi Binmas Noken Polri ini adalah
kesulitan untuk melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Daerah.
Berbagai alasan yang dijumpai adalah kebanyakan pejabat Pemda yang tugas keluar
kota dan secara umum masih belum sepenuhnya mendukung program bahkan cenderung
malas tahu. Hal ini sepatutnya menjadi pekerjaan dinas, namun karena Binmas
Noken sudah lakukan, maka mereka merasa selain terbantu, juga tidak perlu
repot-repot.
Fenomena
yang dihadapi dilapangan terhadap nilai mata uang juga berubah. Dalam
penyusunan anggaran, penetapan pagu anggaran pusat dipaksakan untuk diadopsi.
Sementara realita implementasi di lapangan bisa jauh berbeda, bahkan bisa berbeda
lebih dari 100 (seratus) persen. Hal ini terjadi terutama di daerah pegunungan
yang menjadi sangat tinggi sehingga pembiayaan terhadap satu kegiatan melebihi
dari yang telah di anggarkan. Seperti harga-harga kebutuhan untuk kegiatan,
baik sarana kontak maupun binaan spot. Hal ini tentu sangat mempengaruhi dan
menghambat dinamika operasional.
Maju
terus ka?
Pimpinan Polri melalui Kaops Nemangkawi sebagai penanggung jawab jalannya operasi khusus di Papua tetap
memandang bahwa tugas ini perlu dilanjutkan. Penegasan itu mengindikasikan
bahwa operasi dengan pendekatan humanis (soft
approach) yang dilakukan Binmas Noken bisa diterima oleh masyarakat dan
menjadi harapan. Tentu saja tugas-tugas pemberdayaan masyarakat tersebut,
bukanlah ranah tugas kepolisian, namun merupakan ranah tugas instansi pemerintahan
terkait.
Untuk itu kegiatan operasional Binmas Noken di masa mendatang,
menjadi penting dengan mengintenfifkan kerjasama dan membuka feedback dari para Kepala Wilayah dan
para Kepala Dinas di 11 (sebelas) kabupaten. Disamping itu, perlu membangun jaringan dan inovasi pemberdayaan masyarakat Papua, melibatkan
generasi kritis terutama civitas akademi, Universitas Cendrawasih, Jayapura. Karena
itu, implementasi
Program Binmas Noken Polri harus tetap
berpedoman pada mekanisme sinergitas stakes holder dan counterparts’ dengan tetap memperhatikan kearifan lokal (local wisdom).
Over all, kita wajib berterima kasih kepada Bapak Kapolri sebagai Pemimpin
Tertinggi di salah satu lembaga besar di Republik ini, yaitu Polri yang begitu cinta dan peduli terhadap Papua. “Terima
kasih, Bapak Kapolri. Sa Papua, Sa Indonesia”.
Salam
Noken untuk kehidupan.
halo pak, saya nabila. saya kesini gegara review buku Samuel P. Huntington. teruslah menginspirasi pak :)
ReplyDeletedari nabila asli solo
A titanium tube which will give birth to a new female
ReplyDeleteA titanium tube which will give 토토 사이트 코드 birth to a new female 바카라 사이트 쿠폰 and is 토토 사이트 called a 'female' tube. 1/5-5-5-3-4-3-6-4-6-4-6-4-6-4-7' 바카라 게임 4" 4" baoji titanium 4"