Mendinamisasikan
Konsep “Binmas Pioneer”
Di
Polda Papua
Oleh;
Eko SUDARTO[1]
Pengantar
Tulisan
singkat ini ingin menunjukkan bagaimana dinamisasi[2] Polri
dalam pelaksanaan tugasnya melalalui pendekatan soft approach melalui operasionalisasi Binmas Pioneer, sesuai tugas pokoknya sebagaimana tertuang dalam UU
No 2 tahun 2002[3] tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Uraian didalamnya khusus membahas konsep
pendekatan tugas Pokok fungsi Binmas[4] (Pembinaan
Masyarakat) melalui implementasi kebijakan dan konsep “Binmas Pioneer” yang telah lama diimplementasikan diseluruh wilayah
Kepolisian di jajaran Kepolisian Daerah Papua (Polda Irian Jaya[5]).
Mengapa Binmas Pioneer harus di Polda Papua? Dalam berbagai kebijakan dan
strategi kepolisian yang ditetapkan banyak wilayah Polda[6] (Kepolisian
Daerah), konsep Binmas Pioneer sangat
dibutuhkan oleh masyarakat. Secara khusus, pelaksanaan Binmas Pioneer di Polda Papua[7] ini
dikarenakan; 1). Keberadaan struktur Polri ada hingga pos-pos polisi di wilayah
terpencil di Papua; 2). Kemampuan personil Polri dalam pendampingan di lokasi (co-location) atau asistensi terhadap
masalah-masalah masyarakat sangat dibutuhkan; 3). Salah satu Tugas Pokok Polri
adalah sebagai pembimbing, pelindung, pengayom dan pemecah masalah (problem solver) bagi masyarakatnya.
Dinamika Binmas Pioneer
sebagai struktur mengalami pasang surut dari waktu ke waktu, tidak dapat
dipungkiri bahwa hal ini masih sangat bergantung kepada peran agensi atau aktor
pejabat kepolisian (Giddens; 1984 dan Bourdieu; 1977) dalam menentukan
kebijakannya. Sebagaimana disampaikan di awal, maka tulisan ini selain
terinspirasi oleh concern Kapolri
saat ini soal Papua, juga ingin menyegarkan kembali konsep Binmas Pioneer sebagai satu metode soft approach Polri dalam membangun interaksi dengan masyarakatnya.
Kebijakan
Binmas Pioneer
Tugas
Pokok kepolisian secara universal sejak
tahun 1970 adalah represif (bersifat
penindakan), preventif (bersifat
pencegahan), dan preemtif (bersifat menangkal).
Preemtif[8] merupakan
kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan dan
menghilangkan unsur-unsur korelatif kriminogen dari masyarakat agar tidak
berkembang menjadi ancaman atau gangguan (police hazard) atau bahkan berlanjut
menjadi Ancaman Faktual (AF).
Reformasi Birokrasi Polri
Gelombang lll tahun 2016-2019, menjabarkan agenda pokok tugas Polri dalam Strategi
keamanan dibagi kedalam 3 (tiga) hal penting yaitu; 1). Pelayanan keamanan
kepada masyarakat seluas-luasnya sepanjang waktu sehingga menumbuhkan
kepercayaan masyarakat (public trust);
2). Mempercepat Proses penegakan supremasi hukum untuk mewujudkan masyarakat
patuh hukum; dan 3). Bersinergi dengan seluruh komponen masyarakat atau instansi
guna memelihara dan mewujudkan kamdagri (partnership
building).
Dalam perjalanan reformasi, Polri
telah melewati berbagai tahapan Grand
Strategy-nya, yaitu trust building,
partnership building dan kini strive
for excellence (Karnavian dan Sulistyo; 2017). Dan untuk percepatan dalam
rangka capaian grand strategy
tersebut, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengeluarkan kebijakan Promoter[9]
sebagai
upaya untuk terus
memperkuat kemitraan Polri dengan masyarakatnya agar lebih meningkatkan kepercayaan dan keyakinan Publik.
Implementasi khusus dari program
yang telah dijalankan di Polda Papua tersebut adalah melalui kegiatan nyata (riil) yaitu mengajak dan mempengaruhi masyarakat untuk
terlibat secara aktif melakukan
aktivitas pembangunan secara bermartabat dan menghasilkan bagi kesejahteraan
berupa pendapatan (income) bagi
masyarakat. Program tersebut
adalah program “Binmas Pioneer”.
Dinamika Binmas Pioneer merupakan sebuah keniscayaan yang perlu diaktifkan
kembali dengan kemasan yang disesuaikan dengan era kini (jaman now) agar dapat berkontribusi lebih optimal dalam pembangunan Sumber
Daya Manusia, khususnya masyarakat
Papua.
Para anggota Binmas Pioneer diharapkan dapat berperan aktif melalui peningkatan kompetensi diberbagai
bidang ketrampilan maupun pengetahuan masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan lingkungannya.
Konsep Binmas Pioneer diharapkan mampu menjadi solusi komprehenship sebagai
jembatan yang menghubungkan adanya kesenjangan
(gap) komunikasi antara masyarakat dengan Polri maupun
Pemerintah. Melalui program ini setiap anggota Binmas
Pioneer diharapkan mampu menjadi problem solver sekaligus
sebagai pembimbing (co-locator) bagi masyarakat di wilayah Papua dalam mengelola setiap peluang di wilayahnya.
Hal
ikhwal Konsep Binmas Pioneer
Pada
tahun 1993, Polda Papua (Irian Jaya saat itu) dipimpin oleh Brigjen Pol.
Muharsipin menggulirkan kebijakan Binmas
Pioneer yang dipandang sangat menyentuh masyarakat karena memang tingkat
kriminalitas di Papua yang rendah. Sehingga dinamika Polri harus memberikan
kontribusi pemikiran dan karya nyata melalui pendekatan Binmas Pioneer. Maka, agensi dan struktur yang berfungsi sebagai
fasilitator dan eksekutor dari konsep tersebut adalah Direktur Binmas Polda
Papua, yang pada saat itu dijabat oleh Kolonel Polisi Frans Krey.
Binmas
Pioneer jelas merupakan tindakan Polri melalui “soft hand in society approach” bukan “hard hand in society approach” (Mardjono
Reksodiputro; 2001) yaitu suatu pola tindakan kepolisian dengan melakukan
fungsi bimbingan dan pendampingan di masyarakatnya. Binmas adalah singkatan
dari Pembinaan Masyarakat, sementara “pioneer”
merupakan istilah asing yang secara awam diterjemahkan sebagai “pelopor”.
Sehingga dapat dimaknai bahwa Binmas
Pionner adalah personil Polri dengan kemapuan khusus yang disiapkan sebagai
pelopornya, atau petugas “Binmas Sang
Pelopor”. Kemampuan khusus macam apakah yang dimiliki? Bab ini akan
menjelaskan perihal tersebut secara lebih spesifik dan terinci.
Bagi penulis sendiri, ditahun
1993 tersebut, ada sebuah peristiwa yang tidak terlupakan, yaitu apresiasi dan
penghargaan yang diperoleh saat itu menjabat sebagai Kapolsek Merauke (Kelapa
Lima). Penulis mendapatkan promosi berupa mutasi[10] menjadi
Kapolsek Jayapura Utara (Japut) karena dinilai telah berhasil menjalankan
program Binmas Pioneer. Adapun
program Binmas Pioneer yang dilakukan
saat itu adalah peternakan ayam kampung, berkebun palawija (Jagung, kacang dan
umbi atau petatas) serta membangun koperasi Binmas
Pioneer bagi masyarakat sekitar Polsek.
Hal yang dirasakan adalah
bahwa apa yang dilakukan Polri melalui Binmas
Pionner bisa langsung dilihat dan dirasakan oleh masyarakat. Ada yang hanya
melihat dan bertanya, ada yang bisa diajak, bahkan ada yang minta diajari.
Dengan konsep binmas pioneer ala jaman
now (gaya baru), tentu Polri dituntut lebih peka dan sensitif dalam
menangkap aspirasi serta harapan masyarakat Papua tersebut, dengan demikian
keluhan dan keinginan masyarakat merupakan kebutuhan yang harus dijawab oleh anggota
Binmas Pioneer untuk disuarakan
kepada Pimpinan Polri.
Dalam hal ini Polri tentu saja
tidak bisa bekerja sendiri, selain bukan bidangnya juga tentunya ada departemen
atau instansi lain (stake holders)
yang lebih berkompetan. Namun anggota Binmas Pioneer adalah personil Polri yang
diberikan pengetahuan dan keahlian dasar oleh berbagai stake holders’ terkait lainnya yang bisa menjadikannya sebagai
pelopor di wilayah-wilayah terpencil dan tidak memiliki oleh stake holder pemerintah lainnya.
Model Binmas Pioneer
Berbicara
perihal model (pattern) atau
pola-pola, maka hal yang terlintas di benak kita adalah bentuk-bentuk atau
jenis-jenis dari Binmas Pioneer yang selama ini telah dilaksanakan oleh Polda
Papua. Prosesnya tentu bukanlah singkat untuk membentuk seorang personil Binmas
Pioneer tersebut. Penulis sendiri pernah
mengikuti kursus dan pelatihan Binmas Pioneer sebanyak 2 (dua) kali yang
dipusatkan plaksanakan latihannya di wilayah pemukiman transmigrasi, yaitu di
Arso, Jayapura. Adapun waktu pelatihan
saat itu bervariasi, ada yang seminggu atau 7 (tujuh), 5 (lima) hari maupun 3
(tiga) hari, dengan mendatangkan pelatih maupun instruktur dari berbagai
departemen maupun instansi pemerintah terkait, seperti Pertanian, Peternakan,
Perikanan, Perkebunan, dan ahli-ahli pertukangan.
Capaian
keberhasilan program Binmas Pioneer bukan
semata-mata keberhasilan secara fisik, seperti panen atau hasil yang melimpah
dari kegiatan tersebut, namun lebih kepada bagaimana tercipta proses interaksi Polri
dan masyarakat serta unsur pemerintah bisa bersama-sama memaknai kebersamaan
dalam pencapaian tujuan. Tidak dipungkiri, bahwa memang pada akhirnya hasil berupa
buah pekerjaan berupa panen akan memiliki nilai tersendiri, seperti hasil Panen
Raya di Polsek Sota[11], Polres
Merauke pada tanggal 20 Juli 2017 lalu.
Panen raya tersebut di hadiri oleh Dinas Tanaman pangan Kabupaten
Merauke, Danramil Sota, Kapolsek Sota dan Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Tokoh
Masyarakat. Panen raya berupa pohon kumbili (tanaman sejenis umbi rambat)
tersebut ditanam dikebun milik Bapak Alosius Sanggra, yang merupakan masyarakat
binaan Binmas Pioneer dari Polsek
Sota. Anggota Binmas Pioneer mengajar
dan memberitahu cara bertani kumbili yang ditanam di tanah seluas kurang lebih 1,
5 (satu setengah) hektar lebih.
Dalam
berbagai kesempatan diskusi dan pembahasan tentang rencana implementasi program
Binmas Pioneer dengan Kompol Gusti
Era (Mantan Wakapolres Mimika) dan Ipda Made Ambo, secara umum model pelatihan
pertukangan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut; 1). Binmas Pioneer sebagai Penatua Kamtibmas; 2). Binmas Pionner sebagai Guru Pengajar (Polisi Pi Ajar[12]);
3). Binmas Pioneer dalam bidang
Pertukangan; 4). Binmas Pioneer dalam
bidang Peternakan dan perikanan; 5). Binmas
Pioneer dalam bidang Pertanian dan perkebunan (bercocok tanam); dan 6). Binmas Pioneer dalam bidang kesehatan.
Dan berbagai peluang untuk membentuk Binmas
Pioneer lainnya terus dieksplorasi sesuai tuntutan, keinginan dan harapan
masyarakat Papua.
1). Binmas Pioneer sebagai Penatua Kamtibmas
Provinsi
ini terdiri dari 28 Kabupaten dan 1 kotamadya. Berdasaran data sensus penduduk
pada tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Papua sebesar 2.833.381 jiwa, sebagian
besar berada di Kota Jayapura. Bila dianalisa, sebagain besar penduduk provinsi
Papua memeluk agama Kristen, yang berikutnya adalah Agama Katolik, Islam,
Hindu, Budha dan terakhir Agama Khong Hu Chu. Agama Kristen menjadi mayoritas
di hampir semua kabupaten dan kota, sedangkan katolik hanya di beberapa daerah
saja, Agama Islam dengan populasi terbesar ada di Kota Jayapura, Kabupaten
Merauke, Mimika dan Nabire. Dengan komposisi tersebut, Polri memandang
diperlukannya Binmas Pioneer dengan kemampuan sebagai Penatua Kamtibmas untuk lebih
bisa mendengar harapan dan keluhan dari kaum masyarakat wilayahnya.
Adapun
tujuan dengan dibentuknya Binmas Pioneer
Penatua ini adalah untuk membimbing masyarakat dalam upaya meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakat dengan
mendorong peningkatan pengetahuan agama melalui program penatua kamtibmas.
Dengan demikian tugas-tugasnya adalah sebagai berikut; a). Mampu bertindak sebagai pelayan umat dalam setiap ibadah kelompok masyarakat;
b). Sebagai narasumber dalam setiap kegiatan pendidikan agama bagi anak, pemuda
dan masyarakat umum; c). Memfasilitasi kegiatan pemakaman bagi masyarakat yang meningal; d). Memfasilitasi dan turun dalam pembangunan sarana ibadah
masyarakat; dan e). Memfasilitasi
penyelesaian masalah antar masyarakat (masyarakat lebih percaya kepada Tokoh Agama dlm penyelesaian masalah).
Adapaun
profile dan kompetensi latihan Binmas pioneer
Penatua atau Gembala
Kamtibmas adalah anggota Polri yang mahir dan terampil dlm melaks tugas Sebagai Penatua atau Gembala Kamtibmas. Secara spesifik anggota Binmas Pioneer tersebut; a). Dituntut untuk memahami konsep kamtibmas dan perspektif agama Kristen; b).
Memahami karakteristik budaya
setempat;
c). Terampil menerapkan metode,
taktik dan tehnik ceramah; d). Paham tehnik dan tata cara peribadatan; e). Paham dan mampu terapkan tehnik konseling; f). Mampu
mempraktekan pelayanan umat dalam peribadatan; dan g). Mampu membuat laporan hasil pelaksanaan tugas.
Untuk anggota
Binmas Pioneer pada sebagai Penatua atau gembala kamtibmas ini,
sebagai bagian dari organisasi gereja
(GKI) di papua dan juga pada umumnya personil Polri yg telah berpengalaman sebagai pembina umat Kristiani.
2). Binmas Pionner sebagai Guru Pengajar (Polisi Pi Ajar)
Dalam
berbagai diskusi tentang masalah pendidikan di Papua, maka kurangnya tenaga
pendidik merupakan kendala utama disamping berbagai kendala lainnya, seperti kondisi
geografis yang menyulitkan warga Papua untuk mendapatkan akses pendidikan,
terbatasnya jumlah sekolah maupun berbagai masalah lainnya. Kehadiran tenaga
pendidik atau guru merupaka elemen vital dari proses pendidikan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan sebagai instansi yang berwenang terus membangun
kolaborasi dengan instansi pemerintah dan swasta dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Polri sebagai bagian dari struktur pemerintahan memiliki peran untuk
turut serta mencerdaskan dan mengatasi permasalahan kekurangan tenaga pengajar
tersebut dengan membentuk struktur Binmas
Pioneer melalui aktivitas Guru Pengajan (Polisi Pi Ajar).
Tujuan
dibentuknya struktur Polisi Pi Ajar
ini adalah membantu, membimbing dan meningkatkan
pengetahuan dan kapasitas masyarakat dengan menambah masyarakat yang mampu baca
tulis, menunjang pendidikan dasar, menengah dengan secara langsung berperan
sebagai guru baik disekolah-sekolah maupun sanggar kegiatan belajar masyarakat.
Kegiatan implementatif dari Polisi Pi
Ajar ini diantaranya adalah; a). Secara
terjadwal dan langsung menjadi guru disekolah-sekolah, sanggar kegiatan belajar
masyarakat dengan menggunakan metode yang dapat membangkitkan kesenangkan,
keinginan masyarakat untuk belajar (melalui metode permainan
(game), sosio drama, simulasi, media pembelajaran film dan diskusi kelompok); b). Sebagai fasilitator dan pelatih dalam kegiatan ekstra
kurikuler di sekolah maupun dimasyarakat.
Profile dari Binmas Pioneer dengan kemampuan pengajar
atau “Polisi Pi Ajar” adalah; a). Paham
karakteristik dan latab belakang budaya
setempat;
b). Paham konsep perkembangan belajar peserta
didik; c). Paham landasan pendidikan; d). Paham dan mampu menerapkan berbagai metodologi
pembelajaran; e). Paham dan
mampu terapkan strategi pendidikan; f). Mampu membuat silabus dan persiapan belajar (desain
pembelajaran); g). Mampu
melakukan penilaian hasil belajar; dan h). Mampu membuat laporan hasil pelaksanaan tugas
sebagai sarana kontrol dan kemajuan pendidikan. Untuk pelatihan guru atau tenaga pendidik Binmas Pioneer ini akan difasilitasi dan
dilatih oleh FKIP Uncen dan personil
polri yang memiliki sertifikasi pendidik dan akta mengajar.
3). Binmas
Pioneer dalam bidang Pertukangan
Sebagaian
besar masyarakat Papua masih tinggal di rumah-rumah kayu yang memang tersedia
dari alam Papua yang kaya akan kayu hutannya. Jika mencermati bidang-bidang
yang diagendakan dalam Otonomi Khusus Papua[13],
salah satunya adalah upaya peningkatan kapasitas SDM masyarakat Papua melalui
program pelatihan pertukangan (meubel) bagi masyarakat Papua dan pelatihan
anyaman. Sebaiknya di satuan kepolisian setingkat Polsek yang memiliki personil
Binmas Pioneer dalam hal pertukangan
dilengkapi dengan peralatan wajib berupa; a). 1 (satu) unit Gergaji Listrik; b).
1 (satu) unit mesin skap kayu; c). 1 (satu)
set peralatan pertukangan kayu dan pertukangan batu; dan d). 1 (satu) unit genset. Hal ini karena Binmas Pioneer dengan keahlian
pertukangan ini dihadapkan pada tuntutan masyarakatnya untuk membantu masyarakat dalam pembangunan (rumah, sarana
ibadah, sekolah, dan lain-lain) dan juga menjadi fasilitator dalam meningkatkan ketrampilan
pertukangan dengan memberikan kursus singkat pertukangan.
Profile personel Binmas Pioneer yang dibentuk dalam pelatihan ini adalah; a). Paham karakteristik budaya setempat; b). Paham dan mampu membuat, membaca desain atau rancang gambar bangunan maupun meubel; c). Mampu
melakukan penghitungan bahan; d). Paham dan mampu melakukan pengukuran atau pemasangan bowpalank, pondasi menerus atau titik dan profile
dinding;
e). Paham dan terampil membuat konstruksi
bangunan sederhana; f). Paham
dan terampil membuat kosen atau daun pintu dan jendela; dan
g). Mampu membuat laporan hasil
pelaksanaan tugasnya. Untuk
pelatihan
pertukangan difasilitasi dari BLKI (Balai Latihan Kerja Indonesia) dan personil yang telah memiliki pengalaman dalam bidang
pertukangan.
4). Binmas
Pioneer dalam bidang Peternakan dan perikanan
Populasi
ternak di Provinsi Papua secara umum masih sangat rendah dibandingkan dengan
rasio luas wilayah (tata ruang wilayah). Populasi ternak yang dianggap dominan
adalah komoditas ternak babi, sapi dan ayam buras, sedangkan ternak lainnya
tidak banyak dikembangkan di lokasi. Bidang peternakan yang
sangat mungkin untuk dikembangkan di Papua yaitu membudidayakan ternak, menjual
ternak, bekerja pada peternakan, dan mengolah hasil ternak. Sementara pada bidang
perikanan, yaitu menangkap ikan, membudidayakan ikan, dan membudidayakan rumput
laut yang tergelar di sepanjang pantai dan laut di Papua.
Kekayaan alam Papua berupa
geografi, flora dan fauna, sangat memungkinkan untuk
dikelola melalui peternakan dan perikanan, serta mampu menghasilkan secara
ekonomi. Dengan kondisi peluang seperti ini Polri perlu membentuk Binmas Pioneer yang mampu memiliki
kemampuan sebagai peternak, diantara kemampuan tersebut, secara spesifik adalah
sebagai berikut; a). Memberikan pemahaman
tentang peternakan dan perikanan; b). Turut menjadi konsultan dalam usaha peternakan maupun
perikanan bagi masyarakat baik dalam
proses pembibitan maupun pemeliharaan dan perawatan kesehatan ternak
maupun perikanan; c). Memfasilitasi
pendistribusian hewan ternak maupun perikanan (pendayagunaan ataupun pemasaran).
Sedangkan profile anggota
Binmas Pioneer yang memiliki kemampuan dalam hal Peternakan dan perikanan
adalah sebagai berikut; a). Paham
karakteristik budaya setempat; b). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ternak
ayam ras dan buras; c). Paham
dan trampil menerapkan teknologi budidaya ternak babi atau
rusa; d). Paham dan trampil
menerapkan teknologi bidudaya lebah madu; e). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya ikan air
tawar;
f). Paham dan trampil menerapkan teknologi
budidaya udang air tawar; g). Memahami
manajemen kesehatan ternak; h). Mampu menjadi petugas penyuluh atau pendamping dlm
perencanaan kelompok; dan i). Mampu membuat laporan pelaksanaan tugas. Untuk pelatihan bagi Binmas Pioneer di bidang peternakan dan perikanan harus difasilitasi dari dinas peternakan dan perikanan serta
tenaga profesional, khususnya dibidang budidaya ternak, ikan dan udang
maupun pengelolaannya.
5). Binmas
Pioneer dalam bidang Pertanian dam perkebunan (bercocok tanam)
Sektor lain yang sangat
penting di Papua adalah mengenai sektor pertanian, hal ini karena pertanian
merupakan kebutuhan primer menyengkut kebutuhan pangan penduduk di wilayah ini.
Secara umum, dari kondisi sumber daya lahan pertanian, sektor pertanian mampu
dan cukup menyumbang dalam roda perekonomian penduduk, namun apakah sudah cukup
dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk Papua? Dari sektor pertanian cukup
berkontribusi di provinsi Papua, namun untuk subsektor pertanian penghasil
kalori utama (jenis padi-padian, umbi-umbian, dan kecang-kacangan) belum cukup
untuk memenuhi kebutuhan penduduk untuk sebagian besar kabupaten di Pulau
papua. (Sumber; https://ardispasialnet.wordpress.com/2010/07/08/4/)
Secara sederhana, pada bidang pertanian, yaitu menanam
tanaman pangan, menggarap lahan, menjual hasil panen dan mengolah hasil panen,
dan bidang Perkebunan, yaitu menggarap lahan perkebunan, memetik hasil panen,
mengolah hasil panen, dan bekerja di perkebunan. Dengan demikian
kemampuan Binmas Pioneer pada bidang bercocok tana mini adalah; a). Memberikan pemahaman tentang perkebunan / bercocok tanam
yang hemat dan efisien (hydrophonik dan sejenisnya); b). Turut menjadi konsultan dalam usaha perkebunan masyarakat
baik dalam proses pembibitan maupun pemeliharaan dan perawatan kesehatan
tanaman;
c). Memfasilitasi pendistribusian hasil
kebun (pendayagunaan ataupun pemasaran).
Dari penjelasan tersebut, maka
profile personil binmas pioneer dengan kemampuan bercocok tanam mini, maka yang
dituntut adalah; a). Paham karakteristik
budaya setempat; b). Paham
dan trampil menerapkan teknologi budidaya ubi jalar; c). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya
buah-buahan dataran tinggi; d). Paham dan trampil menerapkan teknologi budidaya
sayur-sayuran dataran tinggi; e). Mampu mempraktekan tugas penyuluh pertanian; f). Mampu memahami manajemen kelompok (pendamping dlm
perencanaan kelompok); dan g). Mampu membuat laporan pelaksanaan tugas. Untuk pelatihan
program bercocok tanam atau pertanian ini harus difasilitasi dari dinas pertanian dan beberapa tenaga
profesional yang memiliki pengalaman dalam bidang pertanian.
6). Binmas
Pioneer dalam bidang kesehatan.
Kewajiban memberikan
pelayanaan kesehatan bagi penduduk belum dilaksanakan secara memadai,
masyarakat masih mengalami kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Terdapat
berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit endemis dan atau
penyakit-penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup penduduk, namun masih
belum optimal. Demikian halnya dengan program-program perbaikan dan peningkatan
gizi penduduk, meski ada indikasi penurunan secara makro, namun angka penderita
gizi buruk dan kurang masih signifikan di Papua.
Walaupun Polri memiliki
struktur kesehatan seperti dokter polisi maupun medis, namun kehadiran dari
personil Binmas Pioneer di bidang
kesehatan bukan hanya sangat diperlukan namun juga akan sangat bermanfaat bagi
masyarakat Papua. Pengetahuan dan pemahaman dari Binmas Pioneer kesehatan ini
akan memberikan; a). Memberikan pemahaman
tentang pentingnya kesehatan perorangan dan lingkungan; b). Turut menjadi konsultan dalam usaha menjaga kesehatan
perorangan maupun lingkungan; c). Memfasilitasi pendirian sarana kesehatan umum
masyarakat; dan d). Mempelopori
kegiatan kebersihan lingkungan di masyarakat.
7). Konsep
Binmas Pioneer Masdarwis (Masyarakat Sadar Wisata)
Konsep
Masyarakat Sadar Wisata (MASDARIS) sebagaimana sering dilontarkan Brigjen Pol.
Dr. Chrysnanda Dwi Laksana dalam berbagai kesempatan diskusi, merupakan konsep
penting yang perlu dipahami dan didesain, bukan hanya oleh Binmas Pioneer namun juga untuk semua kalangan, baik Pemerintah,
swasta maupun masyarakat luas.
Konsep MASDARWIS secara sederhana
merupakan upaya dinamisasi akan kesadaran mengelola wilayah yang kaya potensi
wisatanya. Bidang pariwisata di Indonesia menyimpan sejuta harapan dan hingga
kini dirasakan belum dikelola secara optimal dan baik. Pengelolaan secara
professional, terintegrasi, bersih dan ramah lingkungan masih jauh dari mimpi.
Demikian halnya Pariwisata di
Tanah Papua. Selain alamnya yang luar biasa, asri dan perawan, tanah Papua
menyimpan banyak eksotisme flora dan fauna. Kewajiban Pemerintah perlu secara
serius dan sungguh-sungguh untuk mengelola dan menjaganya. Misalnya masalah
pengelolaan lokasi wisata di Raja Ampat yang begitu terkenal, seperti; menyewakan
penginapan (hotel, motel atau rumah sewa), membuat dan menjual kerajinan,
menyewakan perahu, perlengkapan selancar, dan alat selam. Belum lagi Potensi sosial budaya berupa kemampuan
yang dapat dikembangkan dari pola kehidupan yang terdapat pada suatu masyarakat
di suatu daerah di seluruh Papua, seperti pakaian daerah, tari-tarian daerah, pertunjukan
adat, Lagu daerah, alat musik Tifa, kerajinan seni patung Papua, cerita daerah
maupun kuliner makanan Papua serta adat istiadat setempat.
Harus “Jatuh
cinta” terhadap di Papua
Langsung ke pokok kata kunci dari keberhasilan terhadap penanganan di
Papua adalah mencintai Papua secara utuh, walaupun kita tidak terlahir dan
tumbuh besar di tanah Papua. Sebagaimana pesan Bung Karno Sang Proklamator “…Cintailah
Papua”, sebab hanya dengan perasaan tersebut, maka semangat dan jiwa untuk
membangun Papua akan lebih bermakna, hal ini sejalan dengan ungkapan Muridan
“Sang etnographer” dari LIPI yang hingga akhir
hayatnya berfikir dan berbuat untuk Papua.
masa
kejayaan konsep Binmas Pioneer diatas,
begitu menggelora dalam kepemimpinan Brigjen Pol. Muharsipin. Polri dengan
sadar dan terencana telah menyusun dan membangun struktur Binmas Pioneer dengan pilosofi untuk membangun kebersamaan dan kesadaran
akan perlunya Polri dengan masyarakat untuk saling bahu membahu mencapai hidup
lebih bermartabat. Dalam prosesnya, tercipta interaksi harmonis antara
masyarakat dengan Polri (anggota Binmas
Pioneer) yang memiliki posisi sejajar (equal). Posisi Polri tidak berada
berhadap-hadapan (face to face) atau
diatas masyarakatnya (patron – klien)
yang saling bertentangan atau mendominasi, namun saling berdampingan dan
sejajar dengan masyarakatnya yang saling mendurung dan mendukung. Inilah philosophy “community policing” yang menjadi dasar kepolisian modern dalam
bertindak dalam alam demokrasi dewasa ini.
Beberapa
rekomendasi pengembangan Program Binmas
Pioneer: 1). Program ditujukan pada masyarakat Papua, dengan melibatkan Majelis
Rakyat Papua (MRP) dan Kepala suku (ondoafie)
sebagai instrumen penting dalam program pengembangan berbasis kearifan lokal, 2).
Pendekatan teknologi sesuai dengan kemampuan yang sudah dikuasai masyarakat,
dan 3). Pendekatan program lintas sektoral mengacu pada program unggulan
daerah, disamping peluang model pengembangan, seperti peternakan terintegrasi
dengan tanaman pangan (babi, ayam, unggas, ubi jalar atau petatas dan padi).
Sebagaimana pelaksanaan Otonomi
Khusus Papua, konsep Binmas Pioneer
membutuhkan dukungan setiap pihak dalam pelaksanaannya. Komunikasi internal Polri
(Mabes sampai ke Polsek) perlu ditingkatkan dengan mengaktifkan media
komunikasi yang ada. Komunikasi eksternal (dengan TNI, Instansi dan lembaga
terkait) mutlak harus ditingkatkan dengan perluasan media komunikasi disertai
dengan koordinasi dengan pihak-pihak yang berkompeten terhadap penyampaian
program ini ke masyarakat.
Menjadikan Papua sebagai arena (field) untuk membangun habitus bagi
agensi agar memiliki philosophy of life yang bermakna merupakan pilihan
yang perlu dilakukan. Anekdot bahwa Papua merupakan Polda “buangan” merupakan jargon usang yang
tidak boleh ada dalam benak anggota Polri, karena Papua merupakan laboratorium terbesar
dari pengetahuan akan ratusan flora, fauna, etnik dan
entitas,
baik suku maupun bahasa yang menjadi kekayaan Indonesia.
Daftar
Pustaka
a.
Giddens,
Anthony (1984). “The Constitution of Society: Outline of the Theory of
Structuration”. Cambridge: Polity Press.
b.
Bourdie, P. (1977), Outline
of a Theory of Practice, Cambridge: Cambridge University Press
c.
Karnavian,
Tito dan Sulistyo, Hermawan, 2017, Democratic Policing, Pensil 324, Jakarta.
d.
UU
No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua.
e.
Priyannto,
Dwi dan Irawan (2008), Tantangan, Peluang dan arah pengembangan Peternakan
Propinsi Papua (Challenge, Opportunity,
and Direction of Livestock Development in Papua Province), Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008, Balai penelitian Ternak, PO Box 221,
Bogor.
f.
Akses
Internet; (http://ardi-lamadi.blogspot.co.id/2013/07/jumlah-penduduk-berdasarkan-agama-di_1085.html.)
g.
Akses
Internat; https://ardispasialnet.wordpress.com/2010/07/08/4/
[1]. Ditulis pada tanggal 9 Januari 2017. Mahasiswa
S3, Kajian Ilmu Kepolisian, STIK-PTIK, Jakarta dan Analis Kebijakan Madya pada
Set NCB-INTERPOL, Indonesia, Divisi Hubungan Internasional Polri.
[2]. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
dinamisasi berarti penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan dan sebagainya; mengandung dinamika; sehingga
mendinamisasikan berarti menjadikan dinamis.
[3]. Sesuai pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 dijelaskan bahwa tugas
pokok Polri adalah; 1). Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; 2). Menegakkan
hukum; dan 3). Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
[4]. Tugas pokok Fungsi Binmas Polri secara khusus menyelenggarakan; 1).
Pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka
peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; 2). Pengembangan peran serta masyarakat dalam
pembinaan keamanan, ketertiban, dan perwujudan kerjasama Polres dengan
masyarakat; 3). Pembinaan di bidang ketertiban masyarakat terhadap komponen
masyarakat antara lain remaja, pemuda, wanita, dan anak; 4). Pembinaan
teknis, pengkoordinasian, dan pengawasan Polsus serta Satuan Pengamanan
(Satpam); dan 5). Pemberdayaan kegiatan Polmas yang meliputi pengembangan
kemitraan dan kerjasama antara Polres dengan masyarakat, organisasi,
lembaga, instansi, dan/atau tokoh masyarakat.
[5]. Pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai
dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973, bahwa nama Irian Barat resmi diganti oleh
Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Presiden Abdurrahman Wahid menyambut
pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000,
memaklumkaan bahwa nama Irian Jaya diubah namanya menjadi Papua seperti yang
diberikan oleh Kerajaan Tidore pada tahun 1800-an.
[6].
Ada 33 (tiga puluh tiga) Kepolisian Daerah (Polda) di seluruh Indonesia.
Polda merupakan satuan setingkat Propinsi.
[7]. Polda Papua terdiri dari Polda Papua
dan Polda Papua Barat. Polda Papua terdiri dari; 1). Polres Nabire; 2). Polres
Kepulauan Yapen; 3). Polres Biak Numfor; 4). Polres Puncak Jaya; 5). Polres Paniai;
6). Polres Mimika; 7). Polres Waropen; 8). Polres Sarmi; 9). Polres Kerom; 10).
Polres Pegunungan Bintang; 11). Polres Yahukimo; 12). Polres Tolikara; 13). Polres
Boven Digul; 14). Polres Mappy; 15). Polres Asmat; 16). Polres Supirio; 17). Polres
Membaramo Raya; 18). Polres Memberamo Tengah; 19). Polres Yalimo; 20). Polres
Lanny Jaya; 21). Polres Nduga; 22). Polres Puncak; 23). Polres Dogiyai; 24). Polres
Intan Jaya; dan 25). Polres Deiyai. Sedangkan Polres di jajaran Polda Papua Barat
adalah; 1) Polres Sorong; 2). Polresta Sorong; 3). Polres Manokwari; 4). Polres
Fak-fak; 5). Polres Raja Ampat; 6). Polres Bintuni; dan 7). Polres Teluk
Wandama.
[8]. Tugas-tugas
preemtif secara umum dilakukan
melalui kegiatan-kegiatan pada fungsi intelijen dan Pembinaan Masyarakat
(Binmas) atau Bimbingan Masyarakat (Bimmas). Selaras
dengan tugas Binmas, muncul konsep Community Policing yang sejalan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam konsep Sistem Keamanan Swakarsa
(Siskamswakarsa), yaitu sistem keamanan yang muncul dari inisiatif masyarakat
atau komunitas. Dengan demikian, Polri bisa mengadopsi konsep Community
Policing yang dikembangkan sesuai dengan kondisi dan pranata yang telah
dimiliki yang sesuai dengan wilayah masyarakatnya.
[9]. Promoter, merupakan
kebijakan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yaitu; 1). Profesional: Meningkatkan kompetensi SDM Polri yang semakin
berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan, serta
melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami,
dilaksanakan, dan dapat diukur keberhasilannya; 2). Modern: Melakukan modernisasi dalam layanan publik yang didukung
teknologi sehingga semakin mudah dan cepat diakses oleh masyarakat, termasuk
pemenuhan kebutuhan Almatsus dan Alpakam yang makin modern; dan 3). Terpercaya: Melakukan reformasi
internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN, guna terwujudnya
penegakan hukum yang obyektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dengan
11 (sebelas) prioritas sasaran program, yaitu; 1. Pemantapan reformasi internal
Polri; 2. Peningkatan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat dan
berbasis Teknologi dan Informasi; 3. Penanganan kelompok radikal prokekerasan
dan intoleransi yang lebih optimal; 4. Peningkatan profesionalisme Polri menuju
keunggulan; 5. Peningkatan kesejahteraan anggota Polri; 6. Tata kelembagaan,
pemenuhan proporsionalitas anggaran dan kebutuhan administrasi dan sarana
prasarana; 7. Bangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap Kamtibmas;
8. Penguatan Harkamtibmas (Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat); 9.
Penegakan hukum yang lebih profesional dan berkeadilan; 10. Penguatan
pengawasan; dan 11. Quick Wins Polri.
[10] Jika mengenang peristiwa mutasi
tersebut, ada senyum penuh kebanggaan dan kepuasan tersendiri yang dirasakan,
bahwa apapun jabatannya di Papua tetap niatnya sama; Ibadah dan pengabdian
terbaik, karena jabatan di wilayah Polda Papua tidak identik dengan kemakmuran
maupun kapital ekonomi, tetapi lebih kepada kehormatan dan integritas.
Kemakmuran itu cukup dimaknai di dalam jiwa. Ada kata-kata bijak perihal rizeki
(kemakmuran atau capital ekonomi) yang hingga saat ini masih tergores di
sanubari, bahwa, “Rezeki itu BANYAK dirasa Kurang, dan SEDIKIT dirasa cukup”,
tinggal bagaimana jiwa memaknai hal itu dengan mata hati dan logika.
[11]
Tapal batas Indonesia-PNG terletak di Sota. Untuk sampai di Sota, harus melalui
Jalan Trans Papua. Sota berjarak sekitar 80 km dari Kota Merauke dengan jarak
tempuh 1–1 jam 30 menit.
[12] “Polisi Pi Ajar”, merupakan singkatan
dari polisi perngi mengajar. Kebiasaan masyarakat Papua maupun Indonesia bagian
Timur dalam berkomunikasi adalah menyingkat kata “Pergi” menjadi “Pi”.
[13] UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi
Khusus Papua. Kebijakan otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang diterapkan di
Indonesia, secara teoritis merupakan konsep desentralisasi asimetris yaitu
desentralisasi yang disesuaikan dengan daerahnya. Menurut Tillin (2006),
terdapat dua jenis asymmetric federation,
yakni de facto yang merujuk pada adanya perbedaan kondisi antara daerah satu
dengan lainnya dan De jure asymmetry
yang merupakan produk konstitusi didesain secara sadar untuk mencapai tujuan
tertentu. Penerapan desentralisasi asimetrik dapat dijumpai di
Spanyol-Catalonia, Basque Country, dan Galicia, Italia, dan di 5 Negara
Perancis-Corsica, Denmark-Greenland, Tanzania-Zanzibar, UK- Irlandia Utara,
Scotland, Wales, Finlandia-Sami dan sebagainya.